Mengenang kembali setahun yang lalu, ketika baru saja pindah ke ruangan kelas yang memiliki pemandangan, sinar penerangan, sirkulasi udara dan keleluasaan kelas tersebut, mendapatkan pujian dari segenap guru dan murid, sungguh beruntung sekali bisa melewatkan masa terakhir SMA di kelas ini.
Namun tak lama kemudian, mulai terdengar suara keluhan, suara bernada kejengkelan terdengar dimana-mana. Ternyata, walaupun diluar kelas tersebut ada rumput hijau, pepohonan dan dedaunan yang asri, tetapi nyamuk merajarela, rontokan dedaunan berserakan, setiap hari menerima serangan nyamuk, disibukkan oleh dedaunan yang rontok. Semua orang menjadi sangat terganggu dan menderita.
Setelah mengusir dan menyapu dengan penuh semangat, keadaannya tetap tidak berubah. Oleh karenanya, saya memberikan saran kepada anak-anak: "Biarkan kita hidup berdampingan secara damai dengan mereka, bagaimanapun mereka juga merupakan satu bagian dari ekologi, dan merupakan salah satu mata rantai dalam alam. Tempat ini rindang, nyaman, sepi juga leluasa, sudah cukup nyaman, bagaimanapun juga kita boleh serakah tak mengenal puas." Ada perkataan dari Laozi, "Bencana adalah sandaran dari keberuntungan, dalam keberuntungan terpendam bencana." Ini sungguh benar! Anak-anak terdiam semua, seolah-olah mereka menerima makna dari kalimat ini.
Sesungguhnya, kekurangan di dunia ini terlalu banyak, bagaimana bisa terhitung? Dalam buku You Meng Ying karya Zhang Chao, tertulis ada sepuluh penyesalan yang didiskusikan untuk mengurai kerisauan. Dia mengatakan dengan rinci: "1. menyesalkan buku mudah berayap, 2. menyesalkan malam musim panas bernyamuk, 3. menyesalkan balkon mudah bocor, 4. menyesalkan daun bunga seruni banyak layu, 5. menyesalkan pohon pinus bersemut besar, 6. menyesalkan daun bambu mudah rontok, 7. menyesalkan bunga Guihua (Sweet Osmanthus) dan teratai mudah rontok, 8. menyesalkan ara panjat dan lobak menyembunyikan ular, 9. menyesalkan rak bunga berduri, 10. menyesalkan ikan gembung beracun." Guru saja masih demikian, apalagi kami yang sebagai orang awam, bagaimana bisa terhindari? Yang paling penting adalah memahami dan menerima segala kekurangan itu.
Khusus mengagumi dua kalimat dalam syair Wang Wei, seorang pujangga zaman Dinasti Tang: "Berjalan hingga tempat tiada air, duduk dan memandang awan muncul." Dalam syair itu menampakkan ketenangan dan kenyamanan, kalem dan bebas, membuat orang mendambakan. Kehidupan itu adalah sepotong perjalanan, setiap masa berkemungkinan terjadi kekurangan 'tiada air', tetapi jika bisa menggunakan taraf seperti kata-kata dalam syair menghadapi kesulitan, kalau bisa demikian, maka setiap saat akan mendapatkan keindahan 'awan muncul', maka dalam kehidupan juga memiliki perbalikan, memiliki vitalitas.
Ingat: Ketika berada dalam jalan buntu jangan putus harapan, karena situasi itu adalah awal mula harapan.
Waktu istirahat siang, halaman sekolah sangat sepi, dua anak tetap berada dibelakang balkon menyapu daun rerontokan, dari jendela saya memandang keluar, kebetulan terlihat daun kuning Pohon Mapple berguguran, perlahan-lahan beterbangan tak beraturan, seiring dengan langkah kaki anak yang melintasinya, seperti sedang menari-nari, sangat menarik. Secara pribadi saya menamakan adegan tersebut sebagai "Menari bersama kekurangan". [Aida Lim / Magelang] Sumber: Epochtimes
Catatan: Ayo kita dukung Tionghoanews dengan cara mengirim email artikel berita kegiatan atau kejadian tentang Tionghoa di kota tempat tinggal anda ke alamat email: tionghoanews@yahoo.co.id dan jangan lupa ngajak teman-teman Tionghoa anda ikut gabung disini, Xie Xie Ni ...