KEHIDUPAN | TIONGHOANEWS


Selamat datang berkunjung dalam situs blog milik warga Tionghoa Indonesia. Disini kita bisa berbagi berita tentang kegiatan/kejadian tentang Tionghoa seluruh Indonesia dan berbagi artikel-artikel bermanfaat untuk sesama Tionghoa. Jangan lupa partisipasi anda mengajak teman-teman Tionghoa anda untuk ikutan bergabung dalam situs blog ini.

Selasa, 25 Juni 2013

PENCARIAN HARTA KARUN

Dahulu,  ada sekelompok pedagang ingin pergi ke laut mencari harta karun yang katanya terpendam di dalam laut.

Mereka mengundang  Tathagata ke perahu, berharap dengan kekuatan Tathagata mereka bisa dengan selamat sampai ke tempat tujuan.

Akhirnya, Tathagata semakin hari semakin tua, berjalan di kamarnya sendiri saja harus dipapah dan dibantu. Pada suatu hari, ada seorang pedagang datang mencari Tathagata setelah menyembahnya berkata, "Saya bermaksud pergi ke laut mencari harta karun, saya mengundang Tathagata pergi bersama."

Tathagata berkata, "Cobalah engkau lihat, saya sekarang berjalan saja sudah tidak punya tenaga, mana mungkin menemani kamu pergi ke laut."

Pedagang berkata, "Saya harap Tathagatha mengabulkan permintaan saya. Saya tidak akan mengandalkan kekuatan Mu, hanya ikut dan duduk di dalam perahu sudah cukup."

Tathagata melihat pedagang begitu tulus, akhirnya mengikuti pedagang duduk di perahunya menuju ke laut.

Banyak pedagang yang ikut di kapal tersebut. Mereka berlayar menuju tempat pencarian harta ke arah tenggara. Pada saat itu, bertiup angin  utara, kapal menyimpang dari jalurnya. Pada hari ke tujuh, tiba-tiba air laut berubah menjadi warna emas,  seperti permukaan laut dilapisi oleh emas. Pada pedagang ini dengan suara serentak bertanya kepada Tathagata, "Air laut yang berwarna hijau kenapa bisa berubah menjadi warna emas?"

Tathagata menjawab, "Kita sekarang memasuki perairan laut emas. Karena di dalam laut terdapat banyak sekali  emas, sehingga memancar ke permukaan laut, oleh sebab itu pemandangan seperti ini. Kita terbawa angin sampai ditempat ini, sudah menyimpang dari arah, sangat berbahaya, kalian jangan sampai tergiur turun dan mengorbankan nyawa, kita harus berusaha menurunkan layar membalik arah ke utara."

Tetapi tanpa diduga kapal ditiup angin, sehingga semakin lama semakin menjauh dari utara. Setelah beberapa hari  air laut terlihat berubah menjadi warna putih, seperti  dunia yang dilapisi es.

Tathagata berkata kepada mereka, "Sekarang kita memasuki lautan mutiara. Didasar laut ini seluruhnya terdiri dari mutiara yang putih. Karena pancaran mutiara, semua terlihat seperti ini. Tetapi kita semakin lama semakin menjauhi tujuan. Harus mencari segala akal untuk kembali ke arah utara." 

Tetapi kapal masih mengikuti arah angin, semakin lama semakin menjauhi arah utara.

Beberapa hari kemudian, air laut ketiga kalinya berubah warna, berubah menjadi warna hijau,  seperti kaca berwarna hijau. Sekali ini Tathagata membalas perkataan pedagang berkata, "Sekarang kita memasuki lautan kaca berwarna hijau. Didasar laut terdapat giok berwarna hijau yang banyak sekali, karena pancaran dari warna hijau sehingga laut berubah menjadi demikian.

Beberapa hari kemudian, air laut keempat kali berubah warna, pada saat ini berubah menjadi warna merah seperti lautan darah. Tathagata berkata, "Sekarang, kita memasuki lautan kaca berwarna merah, didalam dasar laut penuh dengan permata berwarna merah, sehingga memancarkan warna seperti pemadangan ini."   

Beberapa hari kemudian, air laut kelima kali berubah warna, sekali ini berubah warna menjadi hitam seperti tinta yang pekat. Berikutnya dari arah kejauhan terdengar suara ledakan yang dahsyat, kemudian api dengan cepat berkobar mencuat dari dasar laut, menerjang ke arah langit. Para pedagang sejak lahir sampai sekarang tidak pernah melihat pemandangan yang demikian mengerikan, mereka tiba-tiba menyadari, nyawa mereka sedang terancam!"

Tathagata berkata, "Disini adalah tempat yang sangat mengerikan, banyak karma buruk perbuatan manusia, akan membuat kita hangus terbakar. Api ini akan membakar habis air laut, dalam sehari semalam, maka seluruh daratan akan menjadi lautan, seluruh manusia akan binasa"

Semua orang di dalam kapal yang mendengar perkataan Tathagata, ketakutan dan sedih lalu berkata, "Kami ke laut mencari harta, bertemu dengan marabahaya ini, sangat menyedihkan. Jika memang demikian apa yang harus kami lakukan supaya terhindar dari bahaya tersebut?"

Ada orang yang meratap memanggil nama orang tuanya, ada yang sedih mengingat anak-istrinya di rumah, meratap memohon ke langit, ada yang berdoa mereka berusaha mencari cara penyelamatan, ada orang yang berlutut di hadapan Tathagata memohon.

Pada saat ini Tathagata untuk meredakan kengerian mereka, berkata, "Seluruh pria sejati di dunia ini juga takut mati. Sedih dan putus asa kehilangan akal sehat, kalian bertobat dengan hati tulus, mungkin kalian bisa selamat kali ini. Tapi kita pasti mati, dan akan memasuki kehidupan berikutnya, akan kemana kita pergi?"

Angin kencang berhenti, akhirnya perahu mereka dapat berjalan dengan lancar kembali ke utara.

Pesan Tathagatha kepada mereka: "Kalian mengumpulkan harta di dunia jangan terlalu tamak dan menggunakan cara-cara tidak benar, agar tidak akan menghadapi bencana lagi. Kalian harus ingat, sulit untuk mendapatkan badan manusia ini,  jagalah hati nurani kalian!"

Para pedagang mengingat pesan Tathagatha. Saat perahu berlabuh, mereka menyadari bahwa mereka telah memperoleh "harta karun" yang dimaksud.  Ternyata di dunia ini tidak ada yang lebih berharga daripada nyawa yang harus dijaga dengan baik dengan hidup yang lurus. [Meilinda Chen / Jakarta]

***
Mari kita bersama-sama dukung Tionghoanews dengan cara kirim berita & artikel tentang kegiatan & kejadian Tionghoa di kota tempat tinggal anda ke alamat email: tionghoanews@yahoo.co.id

Selanjutnya ->

Senin, 24 Juni 2013

BENANG LABA-LABA

Apakah sifat egois dan mementingkan diri sendiri dapat terbawa sampai ke kehidupan setelah mati?

Ya, dan hal itu sangat berbahaya apabila tidak kita hentikan mulai dari sekarang.

Berikut adalah kisah mengenai seorang bernama Kandadu.

Di taman kerajaan surga ada sebuah sumur. Pada suatu hari, Sang Buddha sendirian duduk di dekat sumur. Sumur ini bukan sumur biasa. Di dasar sumur ini adalah neraka, sebuah neraka yang nyata.

Di dalam sumur tidak ada setetes air pun. Di sana hanya ada lautan api. Lautan api yang tidak pernah padam. Di dalam sumur tersebut penuh sesak dengan orang yang meminta pertolongan, dan yang mengeluh.

Disana ada seorang yang lehernya panjang dan suaranya paling keras sedang memanggil-manggil, dia membuka kedua matanya dengan lebar, menginjak kepala, badan orang dengan suara keras berkata kepada Sang Budha, "Budha yang penuh kasih, tolong selamatkan saya, saya sangat menderita! Engkau adalah penyelamat, jangan tinggalkan saya. Selamatkan saya!"

Sang Budha memandang ke dalam sumur, dia mengenali orang tersebut adalah Kandadu seorang penjahat besar di dunia. Karena dia telah membunuh dan melakukan kejahatan yang besar didunia, setelah meninggal masuk kedalam neraka.

"Hai engkau Kandadu, bagaimana saya bisa menyelamatkan kamu, saya teringat pada suatu hari, engkau berjalan di jalanan, ketika akan menginjak seekor laba-laba, tiba-tiba timbul belas kasih di hatimu dan berpikir, "laba-laba ini adalah binatang kecil, kenapa saya harus menginjaknya mati? Lalu engkau melangkah melewati laba-laba, berarti engkau telah menyelamatkan laba-laba itu. Ini hanya perbuatan baik yang sangat kecil, tetapi engkau masih memiliki sebuah niat yang baik.... saya akan mencoba menggunakan kekuatan kecil laba-laba ini untuk menyelamatkan engkau dari penderitaan!"

Sebuah benang tipis dan kecil sarang laba-laba, melewati sebuah lubang kecil melalui langit di neraka memasuki neraka. Kandadu seperti seorang yang tenggelam di laut melihat sebuah perahu penyelamat, dengan erat memegang benang sarang laba-laba dengan sekuat tenaga berusaha memanjat naik keatas.

Supaya dapat keluar dari kegelapan di neraka yang penuh penderitaan, Kandadu dengan sekuat tenaga memanjat. Ketika dia sedang memanjat, dia merasakan benang sarang laba-laba ini bergoyang dengan kuat, ketika dia membalikkan kepalanya memandang ke bawah, dia melihat banyak orang di neraka juga mengambil kesempatan memegang tali sarang laba-laba naik keatas.

Dengan suara keras dia membentak, "bajingan, kalian semua bajingan! Sarang laba-laba ini milik saya, karena karma baik saya mendapatkan ini. Jika kalian masih memanjat, maka tali ini akan putus, jangan berani memanjat lagi, cepat turun dari sana! Kalian semua penjahat, bajingan yang hanya ingin menarik keuntungan dari saya, jangan harap!"

Tetapi, walaupun Kandadu memaki dan berteriak, orang-orang yang dibawanya masih berebut tali tersebut memanjat keatas. Wajah-wajah mereka terlihat seperti wajah yang akan meledak, sangat jelek, putus asa, menderita.

Di dunia, mereka tidak memperdulikan hidup matinya seseorang, mereka hanya mementingkan diri sendiri; sekarang mereka sudah masuk ke dalam neraka, mereka masih tidak peduli kepada orang lain, hanya memikirkan diri sendiri.

"Kalian orang-orang menyebalkan, cepat turun semuanya," kata Kandadu sambil berteriak dengan marah, dia mengeluarkan sebuah pisau dari pinggangnya,  dengan segera dia memotong putus tali sarang laba-laba dikakinya.

Semua orang dibawah kakinya terjatuh, terdengar teriakan putus asa. Kandadu melihat hal tersebut sangat gembira, dia tertawa dengan keras.

Pada saat ini tali sarang laba-laba yang dipegangnya juga segera putus, Kandadu sambil berteriak terjatuh kebawah, terbanting dengan sangat keras diatas tubuh orang-orang yang berada dibawah neraka....

"Tolong! Tolong! Nasibku sungguh malang! Budha yang baik hati tolonglah saya," Suara Kandadu yang berteriak terdengar paling keras.

Sang Budha meninggalkan sumur tersebut. Karena Sang Budha tidak mempunyai cara menyelamatkan Kandadu lagi.

Perbuatan baik sekilas, membuat Kandadu dapat diselamatkan dari lautan penderitaan di neraka. Tetapi  akhirnya karena perbuatan dan niat pikiran jahatnnya membuat dia kembali jatuh kedalam neraka. Sebenarnya, hidup, mati, selamat, bahaya hanya tergantung kepada niat pikiran baik dan buruk yang sekejap. [Susanti Lim / Pontianak]

***
Mari kita bersama-sama dukung Tionghoanews dengan cara kirim berita & artikel tentang kegiatan & kejadian Tionghoa di kota tempat tinggal anda ke alamat email: tionghoanews@yahoo.co.id

Selanjutnya ->

Rabu, 19 Juni 2013

BALAS BUDI YANG DILAKUKAN 40 TAHUN KEMUDIAN

Tahun 30 hingga 40-an abad yang lalu, di Tiongkok ada seorang "ratu film" yang sangat terkenal, bernama Hu Die. Aktingnya sangat baik, membuat film hasil syutingnya sempat mencapai rekor terlaris dalam film domestik.

Sekalipun telah sangat berhasil dalam industri seni pertunjukan, namun Hu Die tetaplah seorang yang sangat rendah hati, dan berani berbicara demi keadilan. Setelah usai perang, Hu Die mengikuti suami pindah ke Hong Kong dan setelah suaminya meninggal pada tahun 1975, dia pindah ke Kanada, melewatkan hari-hari dalam ketenangan.

Pada suatu hari, seorang perantau Tionghoa berusia tua dari Jepang yang pindah ke Vancouver menemuinya dan mengungkapkan masa lalunya yang tidak terlupakan:

Itu terjadi pada suatu malam di mana Hu Die sedang mengadakan pertunjukan panggung besar. Pada waktu itu perantau Tionghoa tua tersebut hanya merupakan seorang buruh kasar yang masih muda dan bertanggung jawab untuk menarik tirai panggung. Entah karena tegang atau ada alasan lain, tirai mengalami masalah, sehingga membuat para aktor mengalami kekacauan di panggung dan para penonton di bawah panggung menjadi gaduh.

Bos penyelenggara pertunjukan marah besar dan menegur habis-habisan si buruh kasar penarik tirai. Ia melontarkan umpatan bertubi-tubi kepadanya. Hu Die tidak tega melihatnya, kemudian berdiri dan berbicara demi keadilan: "Mengapa Bapak sampai begitu marah! Dia toh masih seorang anak kecil, cukuplah lain kali diminta lebih berhati-hati saja." Pak Bos tidak berani menyakiti hati aktris besar yang sedang melambung, sehingga dengan sangat terpaksa menyudahinya.

Pada saat itu buruh kasar kecil penarik tirai itu diam-diam bersumpah dalam hati: Di kemudian hari ketika saya sukses, harus saya balas budi kebaikan Anda! Tidak lama kemudian, buruh kasar kecil berkesempatan pergi ke Jepang, mulanya dia bekerja serabutan di restoran, dan kemudian membuka sebuah hotel, setelah mengalami pasang surut dan terpaan badai, akhirnya menjadi seorang yang kaya raya. Pada tahun 70-an, ia mendengar kepindahan Hu Die ke Vancouver, maka dia menjual harta keluarganya dan menetap di Vancouver.

Setelah mendengar cerita perantau Tionghoa tua tersebut, Hu Die baru menemukan dalam memorinya peristiwa yang dalam hidupnya sama sekali tidak berarti, dan dia juga sama sekali tidak mengira bahwa peristiwa sekecil itu justru telah membuat orang lain mengingatnya seumur hidup.

Perantau Tionghoa tua berkata pada Hu Die bahwa dia tahu Hu Die hidup dalam kekurangan, tetapi bila diberi uang pasti tidak akan diterima, maka di tempat yang tidak jauh dari kediamannya dibelikan sebuah apartemen mewah atas nama Hu Die sebagai sebuah hadiah kepadanya.

Tak lama setelah perantau Tionghoa tua tersebut memenuhi keinginannya, dia meninggal dunia, sedangkan Hu Die (yang secara harafiah berarti kupu-kupu) pada tahun 1989 ketika berusia 81 tahun juga "telah terbang."

Orang Tiongkok zaman dahulu mengatakan: "Jangan mengingat budi kebaikan yang diberikan, namun jangan melupakan budi kebaikan yang diterima" "budi kebaikan berupa setetes air yang diterima, hendaknya dibalas dengan sumber air". Balas budi yang dilakukan setelah empat puluh tahun dari perantau Tionghoa tersebut bukankah sudah merupakan penjelasan yang terbaik? [Susi Ng / Balikpapan]

***
Mari kita bersama-sama dukung Tionghoanews dengan cara kirim berita & artikel tentang kegiatan & kejadian Tionghoa di kota tempat tinggal anda ke alamat email: tionghoanews@yahoo.co.id

Selanjutnya ->

Jumat, 14 Juni 2013

TIDAK ADA ORANG YANG TIDAK MATI

Kehilangan orang yang dikasihi memang adalah salah satu penderitaan manusia yang terbesar.

Ini adalah sebuah kisah yang terjadi di India pada saat Sakyamuni hidup.

Ketika Sakyamuni menyampaikan Dharma Budha kepada pengikutnya, ada seorang nyonya tua. Anak tunggalnya tiba-tiba meninggal karena sakit. Walaupun anaknya sudah dikebumikan beberapa hari, tetapi setiap hari dia masih menangis dengan sedih.

"Anak ini adalah satu-satunya harapan saya, satu-satunya orang yang bisa saya harapkan. Dia telah meninggalkan saya, apa gunanya saya hidup didunia ini lagi? Lebih bagus saya ikut dengannya!" katanya.

Di dalam hatinya merasakan demikian. Berturut-turut selama 5 hari dia tidak makan dan minum. Budha Sakyamuni setelah mendengar berita itu, membawa 500 pengikutnya, menuju kuburan putra nenek itu.

Nenek tua melihat kedatangan Budha Sakyamuni, segera berlutut memberi hormat. Budha Sakyamuni dengan welas asih bertanya, "Orang tua, apa yang sedang engkau lakukan disini?"

"Putra tunggal saya meninggal, tetapi, cinta saya terhadapnya, semakin lama semakin besar, saya hanya ingin bersama putra saya meninggalkan dunia ini," kata nenek tua itu sambil menangis sedih.

"Engkau ingin dirimu meninggal, apakah itu maksudmu?" Budha Sakyamuni bertanya.

"Budha, apakah engkau merasa saya telah berbuat yang benar?"  nenek tua bertanya kepada Budha dengan penuh harapan.

Budha Sakyamuni dengan tenang berkata, "Engkau bawa api kesini, saya akan menggunakan kekuatan supernormal saya, membuat putramu hidup kembali. Tetapi, api ini harus berasal dari rumah orang yang keluarganya tidak pernah meninggal, jika tidak, saya tidak dapat berbuat apapun."

Nenek tua segera pergi mencari api, dia berdiri di jalan besar, bertemu dengan setiap orang dia akan bertanya, "Di rumahmu apakah ada orang yang tidak pernah meninggal?"

"Sejak nenek moyang saya, mana mungkin tidak ada orang yang meninggal?" mereka semua berkata demikian.

Nenek tua sudah berturut-turut bertanya kepada puluhan keluarga, api yang diperlukan dari keluarga yang tidak ada orang yang pernah meninggal, gagal ditemukan. Akhirnya dengan tangan kosong dan putus asa dia kembali mencari Budha Sakyamuni dan berkata, "Saya keluar mencari api, tetapi tidak bisa menemukan api yang keluarganya tidak pernah meninggal, oleh sebab itu saya tidak bisa mendapatkannya."

"Oh ya, rupanya memang demikian. Sejak dunia ini diciptakan, tidak ada orang yang tidak meninggal. Oleh sebab itu, orang yang hidup, harus hidup dengan baik, dan engkau ingin meninggal mengikuti anakmu, bukankah ini sebuah keterikatan?"   

Nenek tua dicerahkan oleh Budha Sakyamuni, dia seperti terbangun dari mimpinya. Dia tidak ingin mati lagi, dan mulai saat itu dengan tekun mempelajari Dharma Budha. [Tiffanny Chen / Batam]

***
Mari kita bersama-sama dukung Tionghoanews dengan cara kirim berita & artikel tentang kegiatan & kejadian Tionghoa di kota tempat tinggal anda ke alamat email: tionghoanews@yahoo.co.id

Selanjutnya ->

Selasa, 28 Mei 2013

MENCARI SEBUAH TEMPAT PARKIR

Belakangan ini saya sering mengantar jemput teman, seorang ibu dan anak, yang kembali dari Amerika untuk mengurus pekerjaan. Saat mencari tempat parkir mobil, kami acap kali berselisih. Mereka sering kali setengah mengolok "kekeliruan" saya, namun tanpa rasa jengkel dan marah, terus melanjutkan pekerjaan saya. Ini merupakan reaksi saya satu-satunya, karena saya benar-benar mengerti bahwa tentangan mereka adalah didasari atas perhatian dan rasa sayang.

Pada hari itu, peristiwa mencari tempat parkir terulang lagi. Saya tetap bertahan pada prinsip untuk tidak memarkir mobil pada tempat yang telah diberi tanda dan tempat yang akan mengganggu kenyamanan orang lain, saya terus mencari tempat parkir yang tidak melanggar hukum.

Namun kali ini, teman saya dengan tidak sabar berkata: "Orang seperti Anda bagaimana dapat bertahan hidup di dunia modern yang penuh persaingan?!" Belum sempat menjawab, putrinya yang berusia sepuluh tahun, yang duduk di belakang mendukung perkataan ibunya: "Bibi, Anda benar-benar keras kepala!" Saya hanya tertawa tanpa menjawab, dan terus mencari…

Akhirnya, "Tuhan tidak mengabaikan mereka yang berusaha dengan sungguh-sungguh." Sebuah tempat parkir yang sangat strategis, seolah khusus disediakan, dengan begitu saja telah menguraikan suasana di antara kami yang agak tegang. Setelah memarkir mobil, saya berkata kepada mereka: "Sesungguhnya, untuk merasa bebas dari rasa bersalah jugalah tidak sulit, asalkan menyediakan sedikit waktu dan uang sudah cukup."

Kelihatannya mereka tidak setuju, namun juga tidak menyanggah, dalam hati saya berpikir, pastilah saya mendapatkan sebuah etiket baru yaitu – selain kolot juga keras kepala.

Malam hari menjelang tidur, saya duduk di pinggir tempat tidur, selain menikmati hawa sejuk pendingin ruangan juga untuk mengenang kembali semua kejadian yang dialami akhir-akhir ini. Setelah dipikir dengan cermat, sesungguhnya saya bukanlah sekedar mencari tempat parkir mobil, yang lebih penting lagi adalah mencari tempat yang lebih tenang bagi tubuh dan hati!

Di dalam masyarakat modern yang hanya tertarik pada keuntungan materi, "bertindak menurut kebijaksanaan sendiri" merupakan perilaku dan kebiasaan kebanyakan orang, teman saya dan putrinya juga tidak terkecuali. Jikalau kita merasa sangat menderita karena perilaku orang lain tersebut, maka, "apa yang tidak diinginkan orang lain perlakukan terhadap kita janganlah kita perlakukan terhadap orang lain", buat apa menambah masalah orang lain!

Kebetulan sekali, beberapa hari ini, rekan-rekan kerja berturut-turut menelepon membahas masalah pindahan kantor dan pertukaran posisi pada tahun ajaran baru. Mereka semua sudah selesai mengadakan pengaturan yang sesuai dan mengingatkan saya agar bila ada waktu datang ke sekolah untuk beres-beres.

Masalah yang sepele ini, setiap tahun selalu dapat menimbulkan kekacauan. Setelah melalui berbagai liku-liku, saya menjadi agak terlatih mendapatkan ketenangan bagai angin lalu. Setelah mengucapkan terima kasih atas niat baik dan perhatian mereka, saya katakan pada diri sendiri: "Tak peduli pada posisi apa, harus berusaha mencapai hati damai karena tidak melakukan kesalahan." [Irene Ang / Malang]

***
Mari kita bersama-sama dukung Tionghoanews dengan cara kirim berita & artikel tentang kegiatan & kejadian Tionghoa di kota tempat tinggal anda ke alamat email: tionghoanews@yahoo.co.id

Selanjutnya ->

TULISAN DALAM BUKU HARIAN

Buku harian Ayah bukan buku harian yang indah atau yang disepuh dengan emas, juga bukan buku catatan kecil yang ringkas dan sederhana, melainkan sebuah kalender bulanan yang tergantung ditembok ruang tamu.

Di antaranya mencatat tentang kapan membayar tagihan air, listrik, kapan gas LPG telah diganti, dan yang paling mencolok adalah masalah potong rambut pada setiap senin di Minggu ke-empat. Di usia uzur, yang diperhatikan para lansia hanya tinggal masalah kebutuhan sehari-hari dan urusan pribadinya, sudah pasti hal tersebut adalah suatu kebahagiaan yang besar!

Saya baru memerhatikan perilaku ayah ini, disebabkan karena saat akan memasak nasi telah kehabisan LPG, bergegas menelepon ke toko untuk memesannya. Setelah itu, mendengar ayah mengomel didepan kalender catatan hariannya yang eksklusif itu, barulah saya menemukan ada 'rahasia' di tembok itu. Kemudian saya mencari kesempatan untuk menyelidiki kalender catatan itu dengan saksama.

Sore hari ketika kedua orang tua keluar rumah untuk berolahraga, saya mempertimbangkan dengan teliti informasi yang tergantung diatas tembok, dari lingkaran yang sederhana dan kata-kata yang ditulis, telah menghayati alur pikiran ayah yang dalam kecerobohan disertai ketelitian.

Mula-mula yang masuk dalam pikiran saya adalah dia melingkari semua hari memangkas rambut dalam satu tahun, semua hari diberi tanda lingkaran, setiap empat minggu sekali, dan semuanya jatuh pada Hari Senin, tidak ada perkecualian. Kalau dipikir kembali, kedisiplinan terhadap jadwalnya sangat bagus sekali, hampir boleh dikatakan angin dan badai tidak bisa menahan, tidak pernah absen. Jelas terlihat masalah tersebut sangat penting baginya.

Yang lain ada dalam catatan itu adalah tentang pembayaran, menampakkan gayanya yang sederhana dan hemat secara konsisten. Setiap kali ketika pengeluaran membengkak, selalu akan terdengar stereotip yang tak kenal lelah dari generasi ke generasi, yakni irit air dan listrik, sedangkan yang mendengarkan menganggapnya sepi, akhirnya sudah tentu pendirian sangat jelas, masing-masing menempuh jalan sendiri-sendiri.

Kalau dibandingkan dengan buku harian ayah yang sederhana dan jelas, catatan punya saya itu nampaknya lebih rumit, lebih kecil dan sepele. Setiap hari, setiap minggu, setiap bulan melakukan menurut aturan yang ada, melakukan menurut catatan, selalu merasa capai sekali karena mondarmandir, sibuk bukan main.

Melalui kesempatan ini, saya pertimbangkan lagi berulang-ulang bukan hanya mawas diri: Apakah harus demikian? Jawaban yang saya dapat agak ragu-ragu. Pengejaran akan jasa besar, ingin cepat berhasil adalah ketamakan hati yang tidak dapat dipungkiri, banyak bicara sedikit tindakan adalah kepasrahan yang tidak bisa dipungkiri. Berpikir sampai disini, jika dibandingkan dengan catatan ayah yang sederhana, jelas, dan dipertahankan hingga akhir, malah merasa sangat malu sekali!

Biksu Daci zaman Dinasti Tang mengatakan: "Daripada bilang mendapatkan satu meter, lebih baik melakukan dan mengambil 30 centi. Daripada mengatakan mendapatkan 30 centi, lebih baik melakukan dan mengambil 3 centi."

Yang dimaksud disini adalah tempat yang sangat kecil, harus merealisasikan prinsip-prinsip tersebut dari yang paling renik atau rinci, baru bisa benar-benar bermanfaat. Merealisasikan itu adalah daya melaksanakan, dan hal yang paling berharga dari pelaksanaan itu adalah "mempertahankan".

Keuletan yang sepanjang perjalanan tetap terjaga dari awal hingga akhir, dan tidak melupakan maksud semula, keberanian untuk berjuang dengan segenap tenaga, semuanya ini adalah kunci-kunci keberhasilan yang tidak bisa dikurangi. Jika dilihat menurut standar, apa yang dapat dilakukan oleh ayah, saya sulit menandinginya.

Pernah menganggap diri saya benar, menganggap ayah keras kepala dan berat sebelah, berpandangan dangkal dan pendek, adalah sosok orang yang "tidak bisa diajak berembuk". Selama bertahun-tahun saya memegang prinsip "pendapat tidak sama, tidak bisa kerjasama", dengan sikap dingin memandang segala perilakunya. Walau pun dalam hati tidak setuju, tetapi kita berdua juga biasa-biasa saja tanpa pertengkaran.

Namun, di hari ini, dengan melihat dan membandingkan catatan harian dan daya pelaksanaan dari masing-masing pihak, tidak bisa disangkal - yang menggapai sesuatu diluar jangkauan dan berkepala udang itu tepat adalah diri saya sendiri. [Sutedjo Tjiang / Sidoarjo]

***
Mari kita bersama-sama dukung Tionghoanews dengan cara kirim berita & artikel tentang kegiatan & kejadian Tionghoa di kota tempat tinggal anda ke alamat email: tionghoanews@yahoo.co.id

Selanjutnya ->

KISAH JEJAK KAKI

Ada seorang yang sama dengan kita semua, setiap hari dari pagi sampai malam, sibuk bekerja, hanya ketika malam tiba, dia baru bisa pulang ke rumah beristirahat dan tidur dengan nyenyak.

Pada suatu hari, dia bermimpi. Dalam mimpinya, dirinya sendiri berjalan di gurun pasir yang sepi, perjalanan sangat sulit. Setiap kakinya melangkah akan terbenam ke dalam pasir.

Terik matahari hampir membakar seluruh tubuhnya. Di sekelilingnya keadaan sunyi senyap membuat orang tidak bisa bernafas. Walaupun demikian dia bak musafir masih harus tetap melanjutkan perjalanannya, tetap bergerak maju.

Pada saat itu ketika musafir melangkah maju, dia melihat sebuah titik hijau, ketika dia semakin mendekat, titik hijau berubah menjadi oasis. Lalu dia berhenti dan beristirahat di oasis itu, meminun airnya, serta menikmati pemandangan padang pasir yang misterius. Mendengar suara kicauan burung, memulihkan energinya di oasis itu. Kemudian dia melanjutkan perjalanannya lagi.

Setelah berjalan beberapa saat dia bertemu lagi dengan hamparan gurun pasir yang tidak bertepi. Tampaknya menyeberangi gurun pasir adalah hidupnya. Bahkan dia mempunyai kebiasaan membalikkan badan melihat jalan yang dilaluinya, dia akan melihat jejak kaki 2 orang. Dia tahu betul dan memahami jejak kaki yang lain adalah jejak kaki yang ditinggalkan oleh Tuhan. Disaat yang paling sulit dan menyakitkan, Tuhan tidak meninggalkannya, tetapi berjalan bersamanya. Dia tahu betul dan menyadari, sehingga selalu di dalam hatinya merasa terhibur dan gembira.

Tetapi, akhirnya dia berjalan sangat lama, tidak bertemu dengan sebuah oasis, seperti oasis telah ditelan oleh gurun pasir. Kaki musafir ini sudah banyak yang lecet, darah mulai mengalir dari tempat yang lecet. Bibirnya yang kering sudah membuat dirinya tidak bisa mengucapkan sepatah katapun. Seluruh dunia dan oasis terlihat sangat kering, halusinasi secara bergantian menyiksa dan menghancurkannya.

Secara bertahap, hati musafir ini mulai timbul rasa marah dan mengutuk. Kematian semakin mendekatinya, membuat dia ngeri dan takut. Rasa sakit dan perjuangan putus asa membuat dia pingsan. Tidak tahu sudah berapa lama dia pingsan. Dia merasakan suatu yang sejuk. Dia membuka matanya melihat, setelah melangkah beberapa langkah dia melihat sebuah mata air yang muncul.

Dia bergegas meminum air, seperti setiap sel-sel ditubuhnya telah kenyang meminum air, seperti setiap tetes air menyirami tubuh dan kesadarannya. Kebiasaannya melihat kebelakang  muncul lagi,  dia sangat kaget menyadari, hanya ada satu jejak kaki saja.

Musafir ini mendongakkan kepalanya dengan suara keras memarahi langit, "Tuhan, ketika saya hampir mati, ketika saya membutuhkan bantuan, Tuhan telah meninggalkan saya!"

Pada saat itu, dia melihat dilangit ada sebuah pintu terang yang terbuka. Sebuah suara yang kuat dan berkuasa berkata, "Manusia, lihatlah! Ketika engkau dalam keadaan paling sulit, dalam keadaan tidak bertenaga untuk berjalan, ketika Anda benar-benar kehilangan harapan dan tak mampu berjalan, Saya yang menggendong Anda melewati jalan itu." [Tina Wu / Depok]

***
Mari kita bersama-sama dukung Tionghoanews dengan cara kirim berita & artikel tentang kegiatan & kejadian Tionghoa di kota tempat tinggal anda ke alamat email: tionghoanews@yahoo.co.id

Selanjutnya ->

Senin, 20 Mei 2013

TIKUS NAKAL

Dahulu di Yongzhou ada seorang pria yang sangat takhayul, walau berbuat apapun, selalu akan melihat ramalan dan mencocokkan fengshui.

Orang ini bershio tikus, oleh sebab itu dia mengganggap tikus sebagai malaikat pelindungnya, sangat menghormati mereka.
Bukan hanya dirinya yang menghormati tikus, semua keluarganya tidak boleh membasmi tikus. Dia juga berpesan mereka semua harus melindungi tikus.

Oleh sebab itu didalam rumahnya tidak ada seekor kucingpun, istrinya juga harus berhati-hati, tidak boleh menyakiti tikus.

Oleh sebab itu, tikus dirumahnya berkeliaran dan merajalela, sangat berani. Didalam ruang tamu, ruang makan, kamar tidur gerombolan tikus besar dan kecil berkeliaran memakan apa saja yang disukainya, tidak ada orang yang melarang mereka. 

Bukan hanya itu, tikus-tikus ini kemudian mengajak tikus-tikus disekitarnya dengan mengatakan kepada mereka bahwa dirumah ini bagaikan surga, apapun tidak perlu takut, oleh sebab itu semakin lama semakin banyak tikus-tikus yang pindah ke rumah itu.

Mendapat serangan tikus yang ganas, perabot, kursi, meja, lemari tidak ada yang sempurna, semuanya digigit tikus, baju-baju didalam lemari juga menjadi compang camping digigit tikus. Tidak ada sepotong baju yang utuh. Makanan juga sisa yang ditinggalkan oleh tikus.

Setelah malam hari, maka tikus akan berkeliaran dan berpesta pora. "Cit..cit...cit" menggigit apa saja, semua menjadi kacau balau, suaranya sangat membisingkan membuat orang tidak bisa tidur. Di siang hari juga sama, berjalan dan berlari seenaknya, tanpa memperdulikan orang, seperti dialah raja di dalam rumah tersebut.

Setelah beberapa tahun, tuan rumah ini pindah tugas ke luar kota sehingga rumah ini dijual ke orang lain. Tetapi tikus-tikus tersebut masih seperti dahulu, bahkan makin ganas.

Pemilik rumah yang baru sangat marah dan heran, berkata kepada orang lain, "Tikus-tikus menyebalkan, jika di malam hari mencuri-curi makan masih bisa ditoleransi, sekarang malahan sangat berani, sungguh menyebalkan, kita harus mencari jalan membasminya!."

Akhirnya, mereka memelihara beberapa kucing besar dengan menutup rapat semua pintu dan jendela juga menutup semua jalan keluar. Menyemprotkan pembasmi tikus ke selokan-selokan dan menyuruh puluhan orang yang ahli menangkap tikus untuk membunuh mereka. Tikus-tikus ini mendapat serangan demikian dahsyat, sehingga semuanya mati. 

Tikus-tikus tidak tahu diri itu, mereka berpikir semua pemilik rumah menaruh perhatian kepada mereka. Ini adalah kesalahan besar. Mereka yang merajalela sendiri seenaknya akhirnya memprovokasi bencana bagi dirinya sendiri. 

Manusia juga sama. Jangan sombong, mengekspos kemenangan atau kekayaan yang diperoleh saat itu dan kemudian lupa diri, jika tidak, nasibnya maka akan sama dengan tikus-tikus dari Yongzhou! [Natalia Lim / Cirebon]

***
Mari kita bersama-sama dukung Tionghoanews dengan cara kirim berita & artikel tentang kegiatan & kejadian Tionghoa di kota tempat tinggal anda ke alamat email: tionghoanews@yahoo.co.id

Selanjutnya ->

KUDA EMAS DAN BAJU NAGA API

Ada seseorang yang  hidup di kerajaany ang sangat mencintai uang, seperti ia mencintai hidupnya sendiri. Dimatanya, uang logam terkecil sama besar seperti sebuah batu permata. 

Dia selalu mencari cara baru untuk menghasilkan uang dan sangat pelit kepada petani penggarapnya. Mereka semua memanggilnya "orang kikir." 

Suatu tahun dalam waktu yang lama daerah itu mengalami kekeringan yang merusak seluruh tanaman. Para petani dari tahun ke tahun, tidak pernah memiliki cadangan gandum dan yang kehabisan stok sekarang hanya makan kulit dan akar untuk bertahan hidup, bahkan sekarang ini segalanya dikonsumsi. 

Oleh karena mereka kelaparan, akhirnya mereka berinsiatif untuk meminjam gandum kepada orang kikir yang memiliki lumbung persediaan besar dan kecil penuh sesak. Meskipun gandumnya berkecambah dan tepungnya dipenuhi belatung, ia tidak akan berpisah dengan segenggam pun miliknya. 

Mereka kemudian berunding bersama-sama dan akhirnya menghasilkan sebuah rencana bagus. Mereka bersama-sama mengumpulkan beberapa lempeng perak kecil dan juga berhasil mendapatkan seekor kuda kecil kurus. Mereka menaruh uang perak di pantat kuda dan membungkusnya dengan segumpal kapas. Lalu seorang petani yang medapat julukan "Bigmouth"  pergi  ke rumah orang kikir dengan kuda tersebut. Melihat dia masuk, orang kikir menjadi marah. Kumisnya mengembang. 

Dia memelototi  Bigmouth, menunjukkan bahwa dia marah sambil berteriak, "Kamu tolol. Kamu telah mengotori halaman saya ! Enyahlah dari hadapan saya. !" 

"Pelankan suaramu, Tuan," kata Bigmouth dengan terenyum. "Jika Anda menakut-nakuti kuda saya dan membuatnya kabur, maka Anda harus menjual semuanya untuk menghindarkan diri anda dari bencana."

"Nah, Bigmouth, membual lagi !" kata orang kikir. "Apa yang berharga dari kuda kecil kurus?" 



Bigmouth menjawab, "Oh, tidak ada, kecuali ketika ia menggerakan pantatnya, maka isi perutnya yang berupa perak dan emas akan keluar." 



Kemarahan orang kikir menjadi mereda dan ia cepat-cepat bertanya, "Dari mana kamu mendapatkan binatang ini?"


"Saya bermimpi beberapa malam lalu," kata Bigmouth. "Saya bertemu dengan seorang pria tua berjanggut putih yang berkata kepada saya, 'Bigmouth, ada seekor kuda jantan muda yang akan digunakan untuk membawa emas dan perak karena Dewa kekayaan telah diturunkan dan dikirim ke Bumi. Pergilah ke timur laut dan tangkaplah. Ketika ia bergerak, maka isi perutnya akan keluar perak dan emas. Jika kamu menangkapnya, akan menghasilkan banyak uang.."

Lalu orang tua itu mendorong dan saya terbangun. Saya tidak menganggapnya serius, karena berpikir hal itu hanyalah sebuah mimpi..Saya berbalik dan tertidur lagi. Namun, begitu saya memejamkan mata, pria tua itu muncul kembali dan mendesak saya untuk bergegas. Kuda akan jatuh ke tangan orang lain jika kamu menunda !" katanya, dan mendorong saya lagi sehingga membuat saya terbangun. 

Saya mengenakan pakaian dan berlari keluar.. Di timur laut saya melihat ada sebuah bola api. Ketika saya berlari, cukup yakin, ada kuda jantan muda yang sedang makan rumput dengan puas. Jadi saya membawanya pulang. Pada hari berikutnya, saya mendirikan sebuah altar pedupaan dan begitu saya menyalakan kemenyan, maka kuda itu mulai mengeluarkan perak dari pantatnya. " 


"Betulkah hal itu ?" tanya orang kikir itu penuh semangat. 



Bigmouth menjawab, "Ada pepatah lama  mengatakan," Membuktikan enaknya puding adalah dengan Memakannya." Jika Anda tidak percaya padaku, izinkan saya untuk mendemonstrasikannya didepan Anda. " 


Dia meminta orang kikir untuk membuat perapian dan cahaya dupa. Sementara itu, ia sendiri meletakkan piring di belakang kuda. Dia diam-diam mengeluarkan segumpal kapas pengganjal dan perak kecil berdentang jatuh ke piring. Melihat kuda itu benar-benar mengeluarkan perak dari perutnya, orang kikir itu makin pensaran dan terus bertanya, "Berapa dia bisa menghasilkan perak sehari?" 

"Tiga atau empat tail sehari bagi kami orang yang kurang beruntung," jawab Bigmouth. "Tapi orang tua itu dalam mimpi saya berkata bahwa jika ia bertemu orang yang benar-benar beruntung, maka dia bisa menghasilkan tiga puluh atau empat puluh." 



Orang kikir berpikir, "Aku harus menjadi salah satu dari mereka. Seandainya aku bisa mendapatkan kuda itu, maka ia harus menghasilkan sedikitnya dua puluh tail sehari.  Artinya enam ratus tael sebulan dan tujuh ribu dua ratus tail setahun.." 


Semakin lama jumlahnya semakin banyak yang dihitungnya, ia semakin nafsu untuk mendapatkan kuda itu. Dia memutuskan  harus membeli kuda itu dan membicarakannya dengan Bigmouth. 



Pertama Bigmouth pura-pura tidak mau. Orang kikir mencoba lagi untuk membujuknya dan berjanji akan membayar dengan harga yang ia inginkan. Pada akhirnya Bigmouth mendesah dan berkata, "Oh baiklah, keberuntungan saya jelas lebih buruk dari Anda.. Saya akan menjualnya. Tapi saya tidak ingin perak atau emas, saya hanya meminta tiga puluh gantang gandum."

Orang kikir menganggap tiga puluh gantang gandum sebagai harga yang sangat murah dan langsung menyetujuinya. Mereka membuat pertukaran saat itu juga. 



Bigmouth kemudian bergegas pulang dengan gandum itu dan membagikannya di antara sesama petani. Mereka semua sangat senang memilikinya. Orang kikir saat itu merasa bahagia memiliki kuda itu dan  tidak bisa berhenti tertawa sendiri. 

Orang kikir itu takut kehilangan kudanya dan berusaha mengikatnya di tempat yang luas, namun tidak satupun tampaknya yang cukup aman. Akhirnya, ia mengikatnya di kamarnya. 

Dia meletakkan sebuah karpet merah di lantai dan mendirikan sebuah pedupaan. Seluruh keluarga besarnya menyaksikan kuda itu dan menunggu dengan penuh semangat, berharap dia sebentar lagi  mulai menghasilkan perak dan emas. 

Mereka menunggu sampai tengah malam. Tiba-tiba kuda itu membuka kaki belakangnya, Orang kikir merasa bahwa dia akan "menghasilkan." Dia cepat-cepat membawa baki berpernis dan memegangnya tepat di bawah belakang kuda. Dia menunggu lama, tapi tidak ada yang terjadi. 

Orang kikir sangat khawatir, sehingga dia sekarang mengangkat ekor kuda, membungkuk dan mengintip ke atas untuk mengawasi perkembangan lebih lanjut. Tiba-tiba bunyi "Crot!," dan sebelum orang kikir menyadari, kuda itu menyemprotkan ke seluruh wajahnya " Emas cair" melumuri ke bagian belakang kepala dan leher yang menutupi seluruh tubuhnya. 

Baunya begitu busuk sampai orang kikir melompat dan berteriak-teriak  kemudian merasa mual dan muntah . Selanjutnya kuda kencing sangat banyak, merusak karpet merah yang indah. Seluruh ruangan baunya sampai ke langit. Orang kikir menyadari bahwa ia telah ditipu dan sangat marah. 

Keesokan paginya, hal pertama yang ia lakukan adalah mengirim sebagian dari pengawalnya  untuk melacak Bigmouth. Tetapi dia sudah bersembunyi. Orang kikir mencari dia kesana-kemari tapi tidak berhasil, membuatnya sangat marah dan kesal. Tetapi tidak ada yang bisa ia lakukan, kecuali mengirim mata-mata dan menunggunya. 

Dalam sekejap mata ketika tiba musim dingin, akhirnya Bigmouth tertangkap oleh salah satu kaki tangan orang kikir itu. Ketika dia berhadapan dengan musuhnya, orang kikir itu menggertakkan giginya dengan marah dan tanpa mengucapkan sepatah kata pun, Bigmouth dikunci di sebuah pabrik penggilingan. 

Semua pakaian hangatnya dilucuti dan mereka meninggalkan dia tanpa apa-apa kecuali hanya mengenakan sehelai baju tipis dan berharap dia membeku sampai mati. Tahun Ini adalah musim yang sangat dingin. Di luar, salju turun dan angin bertiup kencang. Bigmouth duduk meringkuk di sudut, gemetar kedinginan. 

Karena dingin yang tak tertahankan, tiba-tiba terlintas suatu ide dalam benaknya. Dia berdiri  mengangkat batu penggilingan yang berat itu dan mulai berjalan bolak-balik dengan batu dalam pelukannya. Badannya segera menghangat dan mulai berkeringat. Dia melewati sepanjang malam dengan cara berjalan-jalan dengan batu penggilingan dan sesekali berhenti untuk istirahat. 


Pagi berikutnya, orang kikir itu berpikir bahwa Bigmouth pasti sudah mati. Tapi ketika ia membuka pintu pabrik, dia terheran-heran. Dia menemukan Bigmouth jongkok dan seluruh tubuhnya basah dengan keringat. 

Bigmouth berdiri dan memohon padanya, "Tuan, kasihanilah saya. Pinjamkan saya kipas angin ! Atau saya akan mati kepanasan !" 



"Kenapa kau begitu panas?" tanya orang kikir tercengang. 



"Baju saya Ini adalah warisan yang tak ternilai harganya," jelas Bigmouth. 

"Inilah baju yang disebut Baju Naga Api. Semakin dingin cuaca, semakin besar panas yang dikeluarkannya." 


"Kapan kau mendapatkan itu?" tanyanya pada Bigmouth. 

Bigmouth menjawab, 

"Awalnya itu adalah kulit berbulu Raja Naga Api. Kemudian Ratu Surga Barat menenun dan menjadikannya baju. Selanjutnya entah bagaimana jatuh menjadi milik nenek moyang saya dan menjadi pusaka keluarga. Telah diturunkan dari generasi ke generasi sampai akhirnya jatuh ke tangan saya." 

Oleh karena melihat Bigmouth sangat berkeringat di cuaca sedingin itu, orang kikir itu menyakini seluruh ceritanya. Dia sekarang terus ingin mendapatkan baju naga api itu dan telah sepenuhnya melupakan episode kuda emas. Dia bersikeras ingin menukar jubah bulunya dengan baju itu. 

Bigmouth benar-benar menolak pada awalnya, tapi ketika orang kikir itu menambahkan lima puluh tail perak untuk harganya, maka dengan menghela napas Bigmouth berkata, "Aduh, sungguh saya tidak berbakti, telah menjual pusaka berharga keluarga saya !" 

Setelah berkata demikian, dia menanggalkan bajunya dan mengenakan jaket bulu rubah-orang kikir itu. Lalu ia mengantongi lima puluh tail perak dan melangkah pergi. 

Orang kikir riang itu gembira. Beberapa hari kemudian, dia pergi untuk mengunjungi ayah mertuanya yang ulang tahun untuk menyampaikan salam. Dia tidak mengenakan apa-apa selain baju naga apinya untuk memamerkan kekayaan terbarunya.

Di tengah perjalanan, angin kencang menerjang dan salju mulai turun. Orang kikir itu merasakan dingin yang tak tertahankan. Tempat itu jauh dari desa atau penginapan, dan tidak ada tempat berlindung dari apa pun yang dapat ditemukan. 

Ketika dia menoleh, dia melihat sebuah pohon di  pinggir jalan, setengahnya telah terbakar. Pohon itu berlubang di tengah dan memiliki ruangan yang cukup lebar bagi seseorang untuk berdiri. Orang kikir itu bergegas masuk dan bersembunyi di dalamnya. Tak lama kemudian seluruh tubuhnya menjadi kaku karena kedinginan dan dia segera meninggal. 

Beberapa hari kemudian keluarga itu menemukan tubuhnya. Mereka tahu bahwa ia telah ditipu lagi oleh Bigmouth. Mereka lalu mengutus orang untuk menangkapnya. 

"Baju berharga saya akan terbakar setiap kali kontak dengan kayu pohon, rumput atau kayu," jelas Bigmouth. 

"Tuan itu terbakar sampai mati dengan cara ini. Saya tidak bersalah. Saya tidak pernah menyuruhnya untuk bersembunyi di dalam pohon. Jika Anda perhatikan, maka Anda akan melihat bahwa separuh dari pohon itu telah terbakar." 



Ketika keluarganya memeriksa pohon itu, mereka melihat bahwa semuanya itu memang seperti yang telah dijelaskan Bigmouth, sehingga mereka tidak punya pilihan selain untuk membebaskannya. [Ria Lim / Merauke]

***
Mari kita bersama-sama dukung Tionghoanews dengan cara kirim berita & artikel tentang kegiatan & kejadian Tionghoa di kota tempat tinggal anda ke alamat email: tionghoanews@yahoo.co.id

Selanjutnya ->

Rabu, 15 Mei 2013

UJIAN DARI DEWA LAUT

Dahulu ada seorang yang sangat miskin, tetapi hatinya sangat mulia, tidak pernah melakukan sesuatu yang melanggar hukum. Karena keluarganya sangat miskin, oleh sebab itu dia bekerja di tempat seorang saudagar kaya sebagai pembantu.

Saudagar dan teman-temannya pergi ke dasar laut mencari harta karun dan membawa pembantu ini ikut bersamanya,  setelah mendapat banyak harta karun mereka kembali ke perahu mereka melanjutkan perjalanan pulang. Tetapi tidak tahu apa sebabnya ditengah jalan perahu mereka mogok tidak bisa berjalan, bagaimanapun mereka mencoba mendayung tetapi perahu tidak dapat berlayar.

Saudagar dan teman-temannya menjadi panik, mereka menyadari mungkin mereka mengambil harta karun didasar laut sehingga dewa laut marah, pasti ini adalah hukuman bagi mereka. Lalu mereka semua berlutut berdoa memohon pengampunan dari dewa laut.

Hanya orang miskin ini yang tidak berlutut dan memohon, karena dia merasa tidak berbuat kesalahan, sehingga dia tidak ikut berlutut berdoa dan memohon kepada dewa laut.

Perahu tidak bisa bergerak memang semua ini adalah perbuatan dewa laut. Dewa laut sengaja menghukum para saudagar yang tamak ini, tetapi diatas perahu ada orang miskin yang baik, tidak boleh menyakitinya. Dewa laut berpikir sampai 7 hari, akhirnya dia mendapat sebuah akal.

Dewa laut berpikir, "Saya akan mencoba para saudagar ini! Jika mereka dapat melewati ujian ini maka saya akan mengampuni mereka, jika mereka tidak dapat melewati ujian ini, maka saya akan melanjutkan menghukum mereka, tetapi saya tidak akan menyakiti orang miskin yang baik hati ini."

Perahu berhenti ditengah laut selama 7 hari, tidak bisa bergerak sama sekali, para saudagar merasa panik dan takut.

Pada malam ke tujuh, salah satu saudagar ini bermimpi, didalam mimpinya dewa laut berkata kepadanya, "Asalkan kalian bisa menyiapkan satu orang kurban, maka saya akan melepaskan kalian semua."

Setelah bangun, dia menceritakan mimpinya kepada teman-temannya.

Mereka sedang berunding secara rahasia bagaimana menjalankan rencana mereka, dan mereka terpikir akan pembantunya tersebut,  dan memanggil pembantunya itu mengutarakan hal itu.

Orang miskin berkata kepada mereka semua, "Baiklah ! Saya akan menjadi kurban bagi dewa laut ! Jangan karena diri saya sendiri, membuat kalian semua terkena dampaknya. Tapi jangan tenggelamkan saya ke laut, biarkan saya naik sekoci kalian menghadap Dewa Laut."

Para saudagar setelah mendengar orang miskin ini rela berkorban, mereka semua sangat gembira, karena masalah sudah bisa diselesaikan, mereka lalu mengeluarkan rakit sekoci, dan melepaskan pembantunya ke tengah laut.

Dewa laut setelah melihat perbuatan mereka, sangat marah melihat ketamakan dan keegoisan mereka, lalu menciptakan gelombang besar sehingga perahu para saudagar tersebut terbalik, dan mereka semua menjadi santapan ikan hiu ganas. Lalu dewa laut menghembuskan angin sepoi-sepoi, rakit sekoci orang miskin berlayar selamat menuju pantai.

Akhirnya orang miskin ini bisa pulang ke rumahnya dan berkumpul kembali dengan keluarganya. [Yenni Huang / Solo]

***
Mari kita bersama-sama dukung Tionghoanews dengan cara kirim berita & artikel tentang kegiatan & kejadian Tionghoa di kota tempat tinggal anda ke alamat email: tionghoanews@yahoo.co.id

Selanjutnya ->
Mari kita dukung kiriman artikel-artikel dari teman-teman Tionghoa, dengan cara klik "SUKA" dan teruskan artikel kesukaan Anda ke dalam facebook, twitter & googleplus Anda.

TERBARU HARI INI

ARTIKEL: INTERNASIONAL

ARTIKEL: BUDAYA

ARTIKEL: KESEHATAN

ARTIKEL: IPTEK

ARTIKEL: KISAH

ARTIKEL: BERITA