Untuk mempertahankan gagasan untuk tidak bergerak, dia selalu mengganggap dirinya seorang yang pengertian dan terpelajar. Oleh sebab itu dia bermaksud menulis sebuah buku filsasat, di dalamnya berisi makna yang penting dan mendalam seperti, "membicarakan hukum alam semesta yang tidak berubah, keabadian dan keindahan dari gelap; teori batu yang tenang, ketenangan dan ketenteraman adalah sebuah kebahagiaan dan lain sebagainya.
Pada suatu hari, ketika dia sedang berpikir mengenai rencana penulisan filsafat untuk bukunya, tiba-tiba sebutir benih, tanpa permisi, dan tanpa persetujuannya menyerbu ke dunianya, mulai saat itu berada disana tidak ingin pergi, sehingga membuat dia menjadi emosi. Bukan saja ketenangannya sudah terganggu, tetapi yang lebih parah lagi adalah rencana filsafatnya telah terganggu.
Batu bertekad mengubah situasi ini, tetapi tidak gampang, karena dia tidak mungkin mengabaikan keberadaan benih tersebut, juga tidak mempunyai kemampuan menyepak benih keluar dari dunianya. Dia berpikir terus, akhirnya dia mendapat sebuah akal. Dia ingin mengabadikan hal ini di filsafat hidupnya. Judulnya adalah sebagai berikut, "Membahas keberadaan benih bunga matahari yang membuat ketenangan di alam semesta ini terganggu, dengan segera harus dimusnahkan dan lain sebagainya."
'Tunggu saja!" batu dengan sopan berkata kepada dirinya sendiri, "walaupun engkau merupakan sebuah kehidupan, tetapi engkau baru beberapa hari dilahirkan, perawakanmu kecil, tidak kokoh, engkau bisa hidup berapa lama sih?"
Benih matahari tidak memperdulikan perkataan batu, dia tidak saja tetap disana, malahan semakin lama semakin menjadi, dia bahkan sudah bisa bernafas, bernyanyi, dia suka menyanyi lagu tentang pertumbuhan. Lirik lagu selalu mengandung kehangatan, musim semi, semua suka cita dan percaya diri.
Batu yang terpelajar ini menjadi sangat emosional.
"Tunggu saja! badai topan segera tiba."
Oleh sebab itu batu yang suka ketenangan ini setiap hari mengharapkan badai topan segera tiba, dia beranggapan badai akan membekukan benih bunga matahari yang lemah, sedangkan dirinya sendiri sama sekali tidak takut dingin dan panas.
Badai segera tiba, badai ini sangat kuat, angin berhembus sangat kencang. Yang pertama-tama adalah angin yang dingin, disusul dengan angin panas. Atau dapat dikatakan angin dingin ini yang menghembus angin panas, didalam keadaan kedinginan mengandung kehangatan, musim dingin membawa musim semi, musim semi yang dibawa angin segera tiba.
Benih bunga matahari tidak saja tidak mati, malahan bertunas, tumbuh akar. Akarnya menembus ke bawah batu, tunasnya keluar dari samping batu, muncul dipermukaan tanah.
"Jangan gembira dulu, tunggu saja" batu masih tidak mau mengalah.
Batu mulai berharap datang hujan deras. Walaupun dia tidak suka kepada kejadian ini. Tetapi dia merasa air hujan bisa membuat benih mati, sedangkan dirinya sendiri tidak takut kepada kelembaban dan kekeringan.
Tidak berapa lama kemudian, benar saja turun hujan deras. Guntur menyambar kesegala arah, membuat bumi seolah tergetar. Keadaan ini membuat batu yang mengharapkan hujan menjadi tergetar. Tetapi, tunas bunga matahari malahan dengan gembira menyambut kedatangan hujan, dengan subur dia tumbuh, setelah beberapa kali turun hujan, tunas tumbuh dengan subur menjadi sebatang pohon yang subur.
"Tunggu saja!" batu yang masih tidak mau mengalah mengatakan.
Dia lalu berpikir, mungkin bunga matahari yang kecil ini tidak dapat tumbuh, tidak dapat membesar, jika tumbuh tinggi lagi, maka dahannya tidak bisa menampung berat badannya, akan segera patah.
Bunga matahari kecil tidak karena dikutuk lalu tidak bisa tumbuh, malahan akarnya semakin hari tumbuh semakin kukuh, dahannya semakin hari semakin besar. Daun-daunnya semakian hari semakin besar dan hijau. Akhirnya suatu hari bunga matahari kecil berubah menjadi bunga matahari besar, mulai berbunga kuning keemasan, bunganya menghadap ke matahari, tidak takut letih bergerak sesuai dengan perputaran matahari. Lalu berbuah yang banyak. Akhirnya benih semakin hari semakin matang, akan terjatuh ke tanah dan mulai bertumbuh, demikianlah bunga matahari setiap hari bertambah banyak
Sedangkan batu yang sedih ini, tidak dapat menyelesaikan artikel filsafatnya. Namun akhir ceritanya tidak berakhir terlalu tragis. Dalam perjuangan menghadapi panas dan dingin, di musim dingin yang lembab dan musim panas yang kering, ketika akar pohon terus berkembang dan menembus ke badannya akhirnya batu terpecah belah, berubah menjadi pupuk bagi tanaman. [Margareth Lim / Tarakan]
***
Ingat ! Kami beserta Tionghoa seluruh Indonesia menunggu partisipasi Anda mengirim artikel -artikel tentang kegiatan/kejadian tentang Tionghoa di kota tempat tinggal anda ke alamat email: tionghoanews@yahoo.co.id