Kalimat ini merupakan sebuah ikrar teguh yang sangat tua, sebuah legenda romantis nan indah. Mengarungi pegunungan dan samudera tiba-tiba terasa singkat, bergenggam tangan rasa syukur dan dendam sirna, bergenggam tangan tak tega melihat linangan air mata, merindukan genggaman tangan...
Menggenggam tangan disebabkan cinta, semakin tulus sebuah cinta, hatinya semakin murni; semakin mendalam cintanya, kasih sayangnya semakin bersahaja. Ketika bergenggam tangan, sama sekali bukanlah hasrat yang menggebu, tidak berat sebelah.
Dulu pernah mengira semua kisah cinta haruslah menggemparkan bumi, mengharukan manusia, hantu maupun Dewa baru dapat disebut sempurna. Saya pernah mengira cinta yang meninggalkan cacat barulah yang terindah. Saya pernah mengira cinta setiap insan haruslah meluap-luap barulah dapat disebut cinta. Pernah mengira semua cinta akan mengalami situasi kemesraan yang indah, janji setia dalam percintaan...
Namun, kisah cinta seperti ini merupakan adegan yang hanya muncul pada cerita novel, di dalam kehidupan kita tidak terdapat begitu banyak cerita yang menakjubkan, tidak terdapat begitu banyak cinta dalam pandangan pertama, juga tidak terdapat begitu banyak kisah percintaan Romeo dan Juliet yang mengharukan. Maka kita mulai beralih dari dunia khayal ke dunia nyata, kita mulai tidak lagi mendambakan janji setia dalam percintaan, kita hanya mengharapkan sebuah cinta – bergenggam tangan, hidup sampai hari tua dengannya.
Saya pernah sangat mendambakan keromantisan 9999 kuntum bunga mawar; saya pernah sangat mendambakan kebulatan tekad untuk sehidup semati, saya juga pernah sangat mendambakan kesetiaan "semoga di angkasa menjadi sepasang burung merpati, semoga di bumi menjadi pasangan bagaikan dua pohon yang dahannya menyatu...
Namun sejak bergandeng tangan dengannya melewati jalan panjang gelap gulita tak berkesudahan, dan membolehkannya mengenakan mantel padaku dalam hembusan angin dingin yang membuatku menggigil, dengan teguh menerima cintanya, hidup sampai di hari tua denganmu – meskipun yang meluap-luap dapat mengharukan, namun yang biasa-biasa juga menggetarkan hati.
Mungkin dalam jiwa kita tidak terdapat pemandangan indah bagaikan lukisan, namun setidaknya kita memiliki bunga-bunga liar yang indah, di atas tanah lembab sama saja dapat menyebarkan semerbak keharumannya.
Mungkin juga keadaan biasa-biasa adalah hakekat kehidupan manusia! Meskipun kami tidak dapat melanglang buana bersama, bagaikan teman karib dalam dunia fana, namun setidaknya kami dapat menikmati setiap pagi dan senja hari yang indah, kami dapat bergenggam tangan melewati perjalanan yang tiada habisnya, biarpun terdapat banyak kesulitan dan bahaya yang menghalang.
"Menggenggam tanganmu", kelihatannya merupakan kata-kata yang biasa, di dalamnya justru terkandung keberanian yang sedemikian besar. Tidak mengapa, hanya karena kamu, menggenggam tanganmu dalam kegelapan malam tak berkesudahan, menempuh perjalanan-perjalanan yang panjang, menggenggam tanganmu di atas jalan yang lekak-lekuk tidak rata, melewati berkali-kali masa kritis, bergandengan tangan denganmu menempuh semua perjalanan, sehingga seluruh dunia nampak kecil tak berarti.
Menggenggam tanganmu, dalam hujan bersama-sama menyangga sebuah payung kecil, dalam angin mengenakan mantel hangat yang sama, sehingga semua sumpah setia menjadi pudar, agar cinta agung menggenggam tanganmu mengharukan dunia ini. Pada saat hujan, engkau berdiri sendiri menunggu angkutan umum sambil memandang air hujan yang bertaburan, de-ngan perasaan hati masygul tak berdaya.
Pada saat itu dari samping tersodor sebuah payung untuk menghalangi tebaran air hujan dan langit mendung; tanpa menoleh engkau sudah tahu bahwa aku telah berdiri di sampingmu seolah-olah gunung bagaikan lautan seperti langit biru, engkau akan merasakan arus yang sangat hangat dan handal memenuhi hati: biarlah air hujan bertebaran, biarlah langit mendung, saat ini anda telah memiliki sebuah payung, sedangkan suasana hatimu oleh karenanya bagaikan diterangi mentari cerah.
Mungkin tanpa berucap apapun, hanya bergandengan tangan melewati lorong-lorong tiada habisnya, menyerahkan hati sejatiku ke tanganmu, bergandengan tangan melewati kecemerlangan sepanjang hidup. [Diana Chuang / Kendari]