KEHIDUPAN | TIONGHOANEWS


Selamat datang berkunjung dalam situs blog milik warga Tionghoa Indonesia. Disini kita bisa berbagi berita tentang kegiatan/kejadian tentang Tionghoa seluruh Indonesia dan berbagi artikel-artikel bermanfaat untuk sesama Tionghoa. Jangan lupa partisipasi anda mengajak teman-teman Tionghoa anda untuk ikutan bergabung dalam situs blog ini.

Selasa, 08 Mei 2012

SIAPAKAH YANG TENTUKAN NASIB SESEORANG? (2)

Studi terbaru menunjukkan, nasib seseorang sepertinya telah ditentukan sejak awal, pada umumnya orang akan sulit keluar dari jalur nasib yang telah ditentukan.

Ilmu Genetika + Ilmu Meramal (melalui wajah) = Bisnis Paling Populer

Sejak 1990, manusia mengeluarkan biaya $AS 3 miliar untuk mengembangkan sebuah ilmu kehidupan "Rencana Apollo" yakni Human Genome Project. Para ilmuwan mencoba membuat 23 pasang kromosom manusia pada 3 miliar pasangan pemetaan dasar basa, hingga akhir tahun 2003, rencana proyek tersebut selesai pada tahap awal, tetapi masih terdapat banyak DNA berulang yang tidak dapat secara akurat tersortir.

Diantara seluruh 7 miliar umat manusia, mencari dua orang dengan genetik sama hanya bisa ditemukan 30 miliar dibanding satu. Sekarang hanya dibutuhkan dengan kapas mengambil sebagian mukosa mulut, setelah seminggu lebih akan dapat memeriksa genetika seseorang, guna memahami karakteristik dari kehidupan diri sendiri. Dewasa ini terdapat banyak perusahaan yang menghabiskan dana ratusan juta dolar, berharap dari kombinasi industri bioteknologi dan peramalan nasib, mencatat input yang menggiurkan senilai $AS 1,68 triliun. Ini akan menggantikan booming industri IT saat ini dan menjadi teknologi tinggi baru yang paling populer.

Akan tetapi, pada 5.000 tahun silam dimana genetik belum ditemukan, orang Tiongkok kuno sudah mengenalinya dari jalur lain, yakni: manusia begitu dilahirkan, seluruh hidupnya pada dasarnya sudah diatur dengan baik. Pengaturan ini bila menggunakan bahasa ilmu pengetahuan Barat adalah genetik menentukan kehidup-an manusia; dengan menggunakan istilah bahasa mandarin, Ramalan Delapan Huruf Kelahiran (weton) yang menentukan kehidupan seseorang. 

Ada sebagian orang menilai hak untuk memutuskan nasib oleh Ramalan Delapan Huruf Kelahiran memiliki bobot antara 80-85%, selebihnya sisa 15-20% ditentukan oleh faktor-faktor pasca kelahiran seperti: Fengshui, Frenologi, ilmu meramal batin, ilmu tentang nama, lingkungan sosial dan lainnya, akan tetapi di dalam sejarah juga terdapat mengenai penataan kembali nasib DNA, yakni mengenai mengubah garis hidup seseorang, diantaranya yang paling terkenal ialah Liaofan Si Xun (Empat Wejangan Liaofan).  

Hanya Melalui Kultivasi Baru Dapat Mengubah Kehidupan Seseorang

Yuan Liaofan, pria pada zaman Dinasti Ming masa pemerintahan Wanli, ia tinggal di Wu Jiang wilayah selatan Sungai Yangtse. Kehidupan semasa remaja ia lalui dengan kondisi miskin, dan ia mempelajari ilmu kedokteran untuk menyambung hidup. Suatu hari ia berkenalan dengan seorang master ilmu Konfusius berjenggot panjang yang mahir dalam ilmu meramal.

Si master Konfusianisme meramal nasibnya yakni pada tahun depan (kedua) ia akan lulus ujian kelompok taruna di kabupaten dan menduduki peringkat-14. Pada ujian pemerintah ia peringkat-71 dan peringkat ke-9 untuk ujian lanjutan, juga ditentukan ia tidak berhasil pada ujian akhir dan hanya menjabat sebagai pejabat kecil selama 3 tahun. Umurnya hanya mencapai 53 tahun dan pada tanggal 14 bulan ke delapan akhirnya wafat serta tidak memiliki keturunan.

Ketika memasuki tahun kedua, tiga ujian yang diramal oleh master Konfusianisme semuanya terbukti. Kemudian waktu berlalu 20 tahun, berbagai macam nasib baik maupun buruk yang dihitung oleh si peramal semuanya terbukti, maka Yuan Liaofan sangat memercayai bahwa kemajuan-kemunduran-musibah-berkah dari kehidupan manusia merupakan sesuatu yang sudah pasti, sepertinya tak bisa dipaksakan untuk diubah. 

Suatu ketika Yuan Liaofan bertemu seorang biksu Zen bernama Yun Gu (Lembah Awan) di Gunung Qixia, Nanjing. Sang biksu bertanya: "Manusia biasa tak mampu menjadi orang arif bijaksana, terutama karena terjerat terus-menerus oleh gangguan pikiran satu dan lainnya. Anda bahkan telah duduk selama tiga hari di sini, tapi tidak terlihat gangguan sedikit pun?"

Maka Yuan mengisahkan tentang pengalaman hidupnya, sang biksu Zen setelah mendengar ia tertawa lepas. "Saya menganggap Anda seorang jagoan, ternyata hanyalah seorang biasa-biasa saja. Karena perhitungan nasib hanya berlaku bagi manusia biasa pada umumnya, namun tidak berlaku bagi manusia yang ekstrem jahat atau manusia yang penuh kebajikan."

Kemudian biksu Zen menjelaskan tentang prinsip imbalan "siklus perbuatan sebab-akibat dan baik-buruk", juga penjelasan rinci tentang prinsip mengubah kehidupan: "nasib - dibuat sendiri oleh saya, berkah - diri sendiri yang memperolehnya".

Maka Yuan Liaofan bertekad mengubah diri secara total dan melakukan banyak kebajikan. Ia bersujud di hadapan sang Buddha, dengan tulus bertaubat tentang kesalahan diri sendiri, dan bersumpah akan melakukan 3.000 kebajikan, serta mendaftar ulang ujian pemerintah.

Setiap hari ia mencatat hal baik-buruk yang ia ucapkan dan lakukan, dengan tujuan untuk diubah bila ada yang salah. Tidak sampai 2 tahun, meskipun 3.000 kebajikan belum genap, namun ia sudah berhasil dalam ujian awal, sehingga perhitungan nasib master Konfusianisme itupun telah berubah. Namun karena ia belum konsisten benar, kebajikan yang ia lakukan terkadang bukanlah suatu hal bajik, maka berkahnya jadi impas, setelah ia menggunakan waktu 10 tahun lamanya baru berhasil melaksanakan 3.000 kebajikan, dan saat itu Yuan Liaofan telah sukses dalam ujian akhir pemerintah dan menjadi pejabat setingkat kebupaten.  

Kala itu, ia secara mendalam menyadari manfaat dengan rajin mengumpulkan perbuatan baik, maka ia lagi-lagi bersumpah melakukan 3.000 tindakan kebajikan, agar mendapatkan keturunan, ternyata tidak sampai setengah tahun, ia yang sudah nyaris berusia setengah abad berhasil dikaruniai seorang anak. Sejak saat itu, Yuan Liaofan setiap hari membaca kitab suci dan menyebarkan perbuatan kebajian, akhirnya ia berhasil hidup hingga usia 74 tahun, sang putra pun berhasil lulus ujian akhir pemerintah.

4 Wejangan Liaofan adalah 4 pasal surat yang ditulis untuk putranya ketika ia berusia 69 tahun, dengan keyakinan nasib sudah ditentukan, hanya saja dalam menghadapinya, jangan mengakuinya secara fatalistik, hendaknya secara aktif melakukan perbuatan baik agar dapat ditukar dengan selembar gambar genentik nasib yang sama sekali baru. [Anastasia Kang / Dumai]

* Sumber: Google Search Engine

ARTIKEL YANG BERKAITAN

Mari kita dukung kiriman artikel-artikel dari teman-teman Tionghoa, dengan cara klik "SUKA" dan teruskan artikel kesukaan Anda ke dalam facebook, twitter & googleplus Anda.

TERBARU HARI INI

ARTIKEL: INTERNASIONAL

ARTIKEL: BUDAYA

ARTIKEL: KESEHATAN

ARTIKEL: IPTEK

ARTIKEL: KISAH

ARTIKEL: BERITA