Ketika perjalanan terbang telah berlalu belasan jam dan setelah melewati angkasa Samudera Hindia dan beralih ke pesawat yang lebih besar, yang terdengar dari headphone masih saja musik India yang berisik. Sedikit jenuh, penulis menekan-nekan tombol perangkat layar, muncul beberapa film India, nyaris semuanya berkisah tentang romantika jagoan dan perempuan cantik yang dibumbui dengan nyanyian dan tarian. Saat itu sempat berpikir orang India telah memindahkan impian indah mereka pada film.
Pasangan muda yang duduk di samping penulis tiba-tiba berteriak dan memandang ke arah luar jendela, dengan cepat penulis pun melongokkan kepala untuk melihat keluar pesawat. Sungguh pemandangan yang begitu menggetarkan hati sehingga segenap sel-sel tubuh pun merasakan kegairahan.
Apa yang terjadi? Pesawat sedang stabil melintasi Samudera Atlantik, sebuah hamparan langit tak berujung yang maha luas, jauh lebih luas dan mendalam daripada dipandang dari atas tanah. Di bagian bawah sayap, terlihat kumpulan awan merah menyala, sekilas berpikir itu adalah awan saat fajar menyingsing. Namun setelah dicermati, di bawah gumpalan awan tersembunyi sebuah matahari bercahaya merah, keindahan yang begitu menenangkan, cahaya yang dipancarkannya telah memandikan lapisan awan itu menjadi merah.
Namun, saat ini adalah pagi hari, bukan saat matahari terbenam. Biasanya matahari bertengger di atas cakrawala atau di puncak pohon, perlahan naik ke langit, bagaimana mungkin malah muncul di bawah kepala, di bawah kelopak mata dan "di bawah langit"? Benar-benar menakjubkan, tetapi sayangnya di pesawat tidak diperbolehkan mengambil gambar, sehingga dengan terpaksa memandang terbelalak saja panorama itu, semakin melayang semakin menjauh begitu saja...
Pemandangan langka itu sulit terlupakan. Setelah pulang lantas bercerita ke teman-teman. Reaksinya ada yang terkejut, ada yang merasa tertarik, ada juga yang tidak percaya. "Mana ada hal seperti itu, kamu ada di mana, memangnya terbang di luar tata surya? Pantas saja, karena yang kamu tumpangi adalah penerbangan India."
Apa sesungguhnya yang telah terjadi, dengan penasaran saya mencari informasi, dan benar-benar menemukan jawabannya. Menurut penjelasan ilmiah, matahari yang kami lihat di luar jendela pesawat bukanlah matahari yang sebenarnya, tetapi "matahari semu", itu akibat ulah kristal es di dalam awan yang berada di bawah pesawat telah memantulkan sinar matahari. Itulah sebabnya di dalam lapisan awan itu seolah telah muncul sebuah matahari.
Bisa dikatakan mirip "fatamorgana", semuanya hanya "ilusi optik". Namun analisa sejenis ini senantiasa membuat orang jadi skeptis, benarkah jagad begitu luas, sesungguhnya hanya memiliki satu matahari, satu bumi dan satu dunia?
Ilmuwan besar seperti Hopkins saja bahkan tidak percaya, ia mengatakan ada kehidupan alien lainnya. Juga dikatakan, matahari itu bukannya diam tidak bergerak dan membiarkan para planet mengitarinya, rotasinya sendiri sebenarnya melesat sepanjang waktu.
Anda jangan selalu terbiasa untuk berpikir bahwa matahari tidak memiliki jiwa, manusia zaman kuno telah lama mengenali bahwa "Seluruh materi memiliki jiwa", dari perspektif ini, yang disaksikan di pesawat juga bukan "matahari semu". Dimanakah tempat yang tidak bisa didatangi "bapak matahari", baik itu di luar dan di dalam awan serta di dunia atas dan dunia bawah.
Juli tahun lalu, di langit Shanghai dan tempat-tempat lain, bahkan telah muncul "2 matahari" dan "3 matahari", di video yang terlihat dengan jelas terselip komentar netter yang berseru "kiamat". Tentu saja belum kiamat, awal era baru telah tiba dan kita semua masih hidup. Namun alam semesta memiliki keajaiban yang begitu luar biasa banyak, dan yang ingin memberitahu kita bahwa di luar lingkup "terpercaya", masih ada begitu banyak wilayah atau hal-hal yang belum terdeteksi oleh manusia.
Menulis sampai disini, sekilas otak tercerahkan bahwa jika rumah tua rusak tentu harus diperbaharui...muncul dan tenggelam, datang dan pergi, hidup dan mati silih berganti...para matahari akan pindah rumah. Oh ya, betul, pemandangan langka yang saya lihat itu, saya suka menyebutnya, matahari kita sedang pindah rumah. [Imelda Goh / Jakarta]
--
Berita | Internasional | Budaya | Kehidupan | Kesehatan | Iptek | Kisah | Kontak
BACA DIBAWAH INI
Di bagian bawah artikel ini kedepan akan ditampikan iklan-iklan baris Maksimal 100 huruf dengan tarif Rp.5.000,- per artikel (Min.100 artikel) dan bagi yang berminat bisa kontak email: tionghoanews@yahoo.co.id