Setelah saling bertegur sapa sejenak, tiba-tiba serigala bertanya, "Hei, kawan, kulihat badanmu segar bugar, agaknya kau mendapat makanan yang oke, dan gizi cukup? sementara aku, mencari sepotong makanan saja susah setengah mati?".
"Yah, kalau kau pengin hidup makmur dan terawat sepertiku, kau tinggal berbuat seperti aku," jawab anjing rumahan.
Serigala tertarik sekali, "Boleh juga," katanya penuh minat. Selama ini hampir setiap hari ia kelaparan, "Bagaimana caranya?" tanyanya kepada Serigala itu.
"Kau hanya perlu menjaga rumah tuanku, dan mengusir pencuri di malam hari." kata anjing rumahan.
"Dengan senang hati," kata serigala, "Hidupku ini susah. Hidup di hutan berat karena hujan dan salju. Punya rumah yang hangat dan makanan yang lezat tentu menyenangkan, Sangat layak untuk dicoba," kata serigala.
"Baiklah," kata anjing. "Pokoknya ikuti aku sajalah," katanya.
Tiba-tiba serigala lihat sesuatu di leher anjing, Karena ingin tahu, bertanyalah serigala, "Hei apa itu yang melingkar dilehermu?"
"Ooohh, " jawab anjing rumahan. "Bukan apa-apa kok," jawabnya lagi.
"Ceritakan padaku, mengapa benda itu ada dilehermu?" tanya serigala mendesak.
"Oh, sekedar tempat untuk kaitan rantai…" jawab anjing dengan santai.
"Rantai??" serigala terbelalak. "Maksudmu, kau dirantai, tidak bebas pergi kemanapun kau mau?" tanyanya lagi.
"Mm, tidak juga sih," kata anjing, "Memang, kalau siang hari aku dirantai, tapi bila malam hari aku dilepas, bebas berkeliaran di dalam rumah. Itu tidak masalah bagiku, dan tuanku sangat sayang…Hei, ada apa kawan? Mau kemana kau?," tanya anjing rumahan.
"Selamat tinggal, sobat!" kata serigala. "Kau mungkin cocok dengan keadanmu, tapi untukku, sepotong makanan sisa dengan kemerdekaan akan selalu lebih berharga daripada kemewahan hidup dengan rantai di leher…" kata serigala.
Dari kisah ini diambil hikmah bahwa miskin tapi merdeka lebih berharga daripada hidup mewah tanpa kebebasan. [Margareth Lim / Tarakan]