Saya pernah membaca sebuah novel, peran utamanya seorang perempuan yang hidup demi membalas dendam. Rencananya telah dia susun rapi, tetapi dalam proses realisasinya setahap demi setahap rencana pembalasannya itu, telah melukai banyak orang tak berdosa. Ketika sudah merasakan keletihan jiwa dan raga, pada akhirnya dia memutuskan akan memberikan pengampunan, saat itu ia baru menemukan perasaan yang benar-benar tenang. Dari balas dendam berubah menjadi pengampunan, itu adalah berputar atau berbalik badan yang paling tuntas.
Segala hal di dalam kehidupan ini, baik atau buruk adalah separuh-separuh. Matahari menerangi kita, tetapi sinar mentari itu meninggalkan bayangan di belakang tubuh kita, maka dari itu tidak ada penerangan yang 100% terang. Tidak peduli menggunakan kecepatan seberapa pun untuk berlari ke depan, juga tak bisa meninggalkan bayangan yang menyertai kita. Tetapi melalui cara yang sederhana sekali dengan berbalik badan, juga bisa menerangi belakang tubuh kita.
Maka dari itu, kerap kali sewaktu kita berbalik badan, itu bukan karena lemah dan takut, melainkan sebuah kecerdasan. Di waktu yang sesuai, kita memilih meninggalkannya, mungkin kita akan kehilangan sinar terang untuk sesaat, tetapi yang kita tinggalkan juga mungkin adalah bayangan tubuh yang paling indah.
Dalam kehidupan ini, jika kita bisa belajar bagaimana berbalik badan, barulah kita bisa memberikan kemurahan hati kita kepada orang lain, dan menyisakan ruangan gerak bagi diri kita, juga barulah kita bisa mendapatkan corak warna yang lebih banyak dalam kehidupan ini. [Selvia Zheng / Gorontalo]