Satu persatu mereka mati kelaparan, sedangkan lumbung padi di rumah orang kaya penuh, mereka dapat memakan sepuasnya dan berfoya-foya. Ada seorang kaya bernama Qian, dia melihat banyak orang yang mati kelaparan.
Dia dengan sikap sombong ingin menunjukkan kelebihannya pura-pura ingin menolong orang miskin.
Dia menyediakan roti dipinggir jalan, mendermakan kepada rakyat miskin. Setiap ada orang miskin yang datang, dia akan melempar sebuah roti kepada mereka, serta berteriak dengan sombong, "Hei pengemis, ini untuk kamu makan!"
Terkadang datang beberapa orang miskin, Qian dengan sombong melempar beberapa roti melihat orang miskin ini berebutan mengambil, kadang juga bersaing dengan kucing atau anjing yang kelaparan. Dia dengan tertawa mengejek melihat perbuatan mereka. Dia merasa sangat senang, mengganggap diri sendiri adalah seorang yang berbelas kasih.
Tiba-tiba, ada seorang yang kelaparan sampai kurus kering datang mendekatinya, rambutnya berantakan, bajunya compang camping, memakai sepasang sepatu butut yang diikat dengan tali rumput. Dia menutupi wajahnya serta berjalan terhuyung-huyung mendekati Qian. Dikarenakan sudah beberapa hari tidak mengisi perutnya, dia hampir sudah tidak dapat menopang badannya lagi.
Qian melihat gayanya lalu dia mengambil 2 buah roti, berjalan ke arah orang miskin itu dan berteriak kepadanya, "Hei, ayo makan ini!"
Orang miskin itu seperti tidak mendengar teriakannya, tidak memperdulikan Qian, melihat kejadian in Qian berteriak lagi, "Hei pengemis, apakah engkau tidak mendengar? Ini untuk kamu!"
Terlihat orang miskin ini tiba-tiba berdiri, melihat kepada Qian dan berkata, "Simpan makananmu itu, walaupun saya mati kelaparan tidak akan memakan makanan yang engkau berikan itu!"
Qian sama sekali tidak menyangka, walaupun sudah hampir mati kelaparan orang miskin ini tidak kehilangan harga dirinya, Qian merasa sangat malu, tidak dapat berkata apapun.
Melihat semangat dan harga diri orang miskin ini pantas kita kagumi, malahan orang kaya yang menurutnya membantu orang lain, sebenarnya ingin menghina dan mempermainkan orang-orang miskin, perbuatan baiknya bukan murni keluar dari hati nuraninya. Oleh sebab itulah perkataan orang miskin itu membuat dia sangat malu. [Yolanda Li / Banjarmasin]