Pada suatu hari, mereka berangkat bersama-sama menuju ke kabupaten untuk mengikuti ujian sarjana muda yang diselenggarakan oleh pemerintah pusat. Setiba di tempat tujuannya, mereka menginap di sebuah hotel yang cukup terkenal saat itu.
Hotel di mana mereka menginap mempunyai seorang putri yang sudah menjanda, janda yang masih muda dan cantik jelita. Dia terpukau melihat si pemuda Hanpian yang rupawan dan rajin menuntut ilmu. Timbullah niat dalam hati untuk memilikinya.
Berawal dari itu, si janda mulai mencari-cari kesempatan untuk mengadakan pendekatan dan menggoda Hanpian, tetapi Hanpian yang teguh tidak tergoyahkan dari segala godaan, bahkan pernah menegur janda itu:
"Maafkan saya nyonya, demi nama baik kita, terpaksa saya harus mengatakan kepada Anda, bahwa sebagai manusia, hendaknya kita dapat menjaga norma antara pria dan wanita. Bila tidak berkepentingan, tolonglah jangan keluar masuk kamarku sekehendakmu. Mohon hal ini diperhatikan dengan baik!"
Teguran ini sama sekali tidak dihiraukan oleh si janda, malahan lebih sering ia berlalu-lalang di kamar Hanpian.
Melihat hal itu yang tidak boleh dibiarkan berlarut-larut begitu saja, Hanpian pun memperingatkan adiknya dengan tegas:
"Berhati-hatilah pada seorang janda yang genit, jangan sampai tergoda dan melakukan perbuatan yang tercela, yang dapat menghancurkan nama baik keluarga kita!"
Beberapa hari berlalu, si janda datang lagi seperti biasanya. Kebetulan pada saat itu yang dijumpainya adalah Hance, bukan Hanpian. Karena tidak tahan godaan, atas nama kakaknya, Hance pun menjalin hubungan intim dengan janda tersebut, bahkan melakukan persetubuhan, sementara si janda masih belum tahu, bahwa yang digaulinya itu bukan Hanpian yang sesungguhnya.
Waktu berlalu dengan cepat, tibalah saatnya hasil ujian diumumkan. Ternyata Hanpian lulus dengan baik, sedangkan adiknya tidak lulus dalam ujian tersebut. Sekalipun demikian, Hance tidak juga sadar untuk mengurangi kesalahannya, ia tetap menggunakan nama Hanpian untuk berhubungan dengan janda tersebut dengan segala janji-janji palsu, antaranya adalah:
"Kini saya telah memperoleh sarjana muda, tahun depan saya akan mengikuti ujian sarjana lengkap di kota raja, bila lulus nanti, saya pasti datang melamar dan menikahimu."
Menjelang musim semi keesokan tahunnya, ternyata Hanpian lulus dalam ujian sarjana lengkap dan diangkat menjadi pejabat tinggi di desanya. Mengetahui kabar gembira itu, setiap hari si janda menunggu-nunggu penuh pengharapan kedatangan kekasihnya. Namun hari lewat hari, bulan pun berganti tahun, yang dinanti-nanti tak kunjung tiba, hal ini membuat hatinya bertambah rindu dan kesal. Tak lama kemudian, si janda jatuh sakit dan meninggal dengan penuh dendam dan penasaran.
Sesaat sebelum meninggal, janda tersebut mengirimkan sepucuk surat kepada Hanpian untuk menagih janjinya. Membaca surat itu, Hanpian menjadi bingung dan tak habis mengerti, dalam hatinya dia menduga; hal itu kemungkinan besar dilakukan oleh Hance. Dengan surat yang dikirimkan oleh janda itu sebagai bukti, Hanpian menanyakan kepada adiknya mengenai masalah itu dan Hance pun mengakui segala perbuatannya dan menerima hukuman dari kakaknya.
Tahun berikutnya anak Hance mendadak jatuh sakit dan meninggal dalam waktu yang singkat, disusul Hance sendiri yang matanya menjadi buta dan keadaan keluarganya hancur berantakan, bahkan menjelang ajalnya, Hance masih juga merasakan berbagai macam siksaan dan penderitaan yang merupakan akibat dari perbuatannya sendiri.
Sebaliknya Hanpian melewati hidupnya dengan penuh kebahagiaan, demikian juga keturunannya. [Yesline Lao / Timika]