KEHIDUPAN | TIONGHOANEWS


Selamat datang berkunjung dalam situs blog milik warga Tionghoa Indonesia. Disini kita bisa berbagi berita tentang kegiatan/kejadian tentang Tionghoa seluruh Indonesia dan berbagi artikel-artikel bermanfaat untuk sesama Tionghoa. Jangan lupa partisipasi anda mengajak teman-teman Tionghoa anda untuk ikutan bergabung dalam situs blog ini.

Selasa, 20 Desember 2011

NAMA DAN KEKAYAAN BAGAI AIR MENGALIR

Sebelum mulai mengulas judul di atas saya ingin bercerita terlebih dulu tentang dua kisah: Pertama, ada seorang anak laki kecil dengan sekuat tenaga mengambil segenggam permen dari dalam kaleng, namun karena mulut kaleng itu terlalu kecil, sehingga tangan kecil yang menggenggam erat permen itu tersangkut dalam kaleng tak bisa keluar, anak itu merasa kesakitan dan menangis.

Yang kedua, seorang anak perempuan kecil menyusuri jalan mencari sebutir batu yang lebih besar, batu-batu di sepanjang jalan itu dipilihnya satu per satu tetapi tak satu pun yang dia pungut, karena dia beranggapan pasti bisa menemukan batu yang lebih besar di depan. Karena perjalanan itu sudah dia selesaikan, akhirnya dia pulang dengan tangan hampa. 

Pada kisah pertama, sebelum anak itu mengambil permen dalam kaleng, seseorang berkata padanya bahwa dia hanya bisa mengambil permen satu kali saja, seberapa banyak permen yang dapat dia ambil, akan diberikan semuanya kepadanya. Sedangkan pada kisah kedua, anak perempuan kecil itu memungut batu bukan karena batu itu indah, melainkan karena dia bisa menukarkan batu itu dengan sebuah hadiah yang besar dan kecil hadiahnya disesuaikan dengan besar kecil batu yang dia pungut.

Dua buah kisah ini semuanya memberikan nasihat kepada manusia jangan tamak, juga adalah dua buah kisah cerita yang sering kita dengar ketika kita masih anak-anak, apakah dalam perjalanan hidup kita setelah menjadi dewasa, cerita tersebut bisa memberikan kepada kita inspirasi dan kecerdasan? 

Hidup demi keuntungan, mungkin saja merupakan gambaran hidup bagi sebagian besar orang masa kini, kisah nafsu tamak yang kita dengar di masa kanak-kanak, ternyata benar-benar dianggap sebagai sebuah cerita saja! Di dalam pengejaran nama dan keuntungan berangsur-angsur telah melupakan wajah asli kita sebenarnya, bahkan demi mencapai tujuan tak segan-segan menggunakan cara apapun juga, salah mengartikan kepuasan hasrat menjadi keberhasilan dalam hidup, telah mengaburkan makna dan nilai sebenarnya dari kehidupan ini.
Coba Anda perhatikan makanan-makanan yang tidak berhati nurani, transaksi di bawah tangan, telepon penipuan, dan lain sebagainya, munculnya istilah-istilah baru bagai lukisan yang menggambarkan masyarakat masa kini. Mereka yang demi keuntungan mengabaikan hati nurani, mungkin benar-benar bisa mendapatkan kenikmatan sesaat yang terlihat dari permukaan, tetapi mereka tidak tahu di atas timbangan "kebaikan dan kejahatan ada balasannya", dengan tak terasa sedikit demi sedikit menghilangkan keberuntungan diri sendiri yang sangat berharga, dan mengumpulkan karma yang sangat menakutkan. 

Penyair Tiongkok kuno Li Bai, sejak dini sudah memandang ketenaran bagai asap dan debu, dalam sebuah puisinya yang berjudul Jiang Shang Yin, menulis kata-kata mutiara "nama dan kekayaan bagaikan air yang mengalir". Berapa lamakah seratus tahun itu? Pangkat dan kekayaan, emas perak dan perhiasan telah membuat manusia tersesat dalam kehidupan manusia yang bagaikan sebuah mimpi, hati bisa tidak tergerak oleh keinginan tamak, orang tidak demi mendapatkan keuntungan diri sendiri melukai orang lain termasuk orang yang sangat jarang sekali ada!

Maka dari itu, dalam Fa Buddha (Hukum Buddha) ada sebuah pepatah yang mengatakan, "Keberuntungan dan malapetaka itu tidak akan datang sendiri, adalah manusia sendiri yang mengundang mereka." Pepatah ini menasihati dan menyemangati manusia yang sedang bergulingan dalam dunia fana.

Air Sungai Han Jiang yang mengalir ke tenggara tidak mungkin akan mengalir menuju ke barat laut, nama dan kekayaan mana yang pernah eksis sepanjang masa! Demi benda-benda yang semu, mencampakkan patokan moral sebagai manusia dan membiarkan sanubari terpadati oleh kotoran, ibarat mengambil harta karun tak ternilai kita yang tersimpan di langit dan ditukar dengan benda-benda rongsokan dalam dunia fana. Benar-benar tindakan yang bodoh sekali!

Sebenarnya yang bisa menyadari prinsip ini bukan hanya Li Bai seorang saja, pengarang novel Hong Lou Meng, Cao Xue Qin juga menuliskan:

Semua manusia awam tahu menjadi dewa itu enak, hanya saja tidak bisa melupakan jabatan; Patih dan jenderal masa lalu dan sekarang berada dimana? Hanya menjadi setumpuk gundukan tanah kuburan saja!

Semua manusia awam tahu menjadi dewa itu enak, hanya saja emas dan perak yang tidak bisa dilupakan; Sampai akhir masa masih menyesal tidak bisa mengumpulkan lebih banyak, saat sudah terkumpul banyak maka waktu tutup usia juga sudah tiba!

Semua manusia awam tahu menjadi dewa itu enak, hanya istri cantik yang tidak bisa dilupakan; Jika semasa hidup Anda setiap hari membicarakan kasih dan budi, namun ketika Anda meninggal, dia juga akan pergi mengikuti orang lain!

Semua manusia awam tahu menjadi dewa itu enak; hanya anak dan cucu yang tidak bisa dilupakan; Sejak dulu banyak kasih dari orang tua yang membuta, siapakah yang tahu ada anak dan cucu yang berbakti?  [Julianty Chang / Singkawang / Tionghoanews]

ARTIKEL YANG BERKAITAN

Mari kita dukung kiriman artikel-artikel dari teman-teman Tionghoa, dengan cara klik "SUKA" dan teruskan artikel kesukaan Anda ke dalam facebook, twitter & googleplus Anda.

TERBARU HARI INI

ARTIKEL: INTERNASIONAL

ARTIKEL: BUDAYA

ARTIKEL: KESEHATAN

ARTIKEL: IPTEK

ARTIKEL: KISAH

ARTIKEL: BERITA