Angin pun lalu bertiup kencang. "Ah, anginnya kencang", lanjut si layang-layang.
"Aku akan mendekati layangan lain, supaya benangku bisa putus. Nanti aku dapat terbang tinggi! Bebas lepas!"
Maka dengan dorongan angin, si layang-layang pun berusaha mendekati layangan lain, membiarkan benangnya bergesekan dengan benang mereka. Sesaat kemudian, benangnya putus!
"Akhirnya, putus juga! Sekarang aku bisa terbang semauku, naik tinggi sesukaku!"
Tapi kemudian, apa yang terjadi ?
"Loh, loh?? Kenapa ini? Kok aku jatuh?"
"Krosak!" Layang-layang itu jatuh dan tersangkut di atas pepohonan.
"Ah, aku tersangkut! Kenapa begini? Bukannya terbang tinggi, aku malah tersangkut di pepohonan" kata si layang-layang dengan sedih.
"Sekarang aku tahu", lanjut si layang-layang. "Justru karena aku terikat benang, makanya aku bisa tetap melayang di udara. Ternyata benang itu yang membuat aku bisa tetap terbang"
Pesan moral:
Hati manusia sama seperti layang-layang tadi. Pada dasarnya manusia ingin untuk hidup bebas sesuka hati, tanpa peduli nasihat dan didikan. Sering kita pikir nasihat dan didikan adalah sesuatu hal yang membuat kita menjadi terkekang. Padahal kedua hal itu sebenarnya sama seperti benang pada layangan. Itulah yang membuat kita tetap terbang dan berhasil.
Saat hati kita akan membuat pilihan yang salah, benang nasihat dan didikan akan menarik kita untuk tetap berada di jalan yang benar. Saat hati kita mulai sombong karena ada di puncak keberhasilan, benang nasihat dan didikan akan menarik kita kembali untuk rendah hati.
Nasihat dan didikan bisa didapat dari sekeliling kita, tapi yang utama adalah dari TUHAN. Karena TUHAN adalah sumber nasihat dan didikan yang paling benar. Biarlah hati kita selalu terbuka untuk nasihat dan didikan, sehingga kita dapat tetap terbang melayang. [Liana Yang / Surabaya / Tionghoanews]