Salah seorang pengemis yang lebih cerdik berebut berkata, "Tentu saja sebagai orang yang bisa mendapatkan".
Raja tersenyum-senyum. Kemudian ia berkata pada pengemis yang satunya: "Kamu?" Dengan hormat dan rendah hati orang itu menjawab, "Jika bisa, saya bersedia sebagai orang yang memberi".
"Baiklah." Raja tertawa riang, "Sekarang saya penuhi permintaan kalian".
Raja membiarkan orang yang ingin mendapatkan meneruskan pekerjaannya sebagai pengemis, sebab hanya pengemis baru bisa mengharapkan pendapatan dari orang lain setiap hari. Sedang yang satunya mendapatkan hadiah dari raja, menjadi orang yang kaya, hanya dengan demikian ia baru bisa memberikan yang dimilikinya pada orang lain setiap hari.
Inspirasi dari fabel ini terletak pada diri kita, di mana timbul keegoisan dan keserakahan atau dalam hidup kita yang hanya ingin mendapatkan agar diri sendiri menjadi kaya menikmati kemewahan hidup. Atau timbul niat baik dan kasih sayang berusaha memberikan perhatian dan bantuan pada orang lain, sehingga dengan demikian mungkin bisa sering dirugikan, tapi mempunyai perasaan senang dapat menolong orang yang susah.
Namun, dalam pandangan para dewa, hal ini logikanya malah terbalik: Seseorang yang berniat baik, mengeluarkan berarti mendapatkan "De" (berkah/pahala), dewa akan menganugerahinya balasan yang berharga, sehingga ia menjadi orang yang benar-benar kaya. Sedangkan terhadap orang yang berhasrat egois, dewa juga akan memenuhi keinginannya, yang didapat dari serakah adalah kehilangan, dan menjadi pengemis yang sebenarnya. [Yenny Jie / Palangkaraya]