Ia berjalan dan sebentar-bentar berhenti, terus memandang jauh ke depan, dengan harapan tempat tujuannya segera tampak di depan mata. Dan tepat di atasnya, ia melihat seorang gadis kecil, usianya tidak lebih dari 10 tahun, menggendong seorang anak kecil yang gendut, juga sedang bergerak perlahan ke depan. Napasnya terengah-engah, dan terus mengeluarkan keringat, namun sepasang tangannya tetap memegang erat bocah di punggungnya.
Peziarah itu melewati samping gadis kecil itu, dan dengan sangat simpati berkata pada gadis kecil: "Anakku, kamu pasti sangat lelah, demikian beratnya kamu menggendong!"
Mendengar ucapan itu, dengan rasa tidak senang si gadis berkata: "Yang kamu gendong justru sebuah beban, akan tetapi yang saya gendong bukan sebuah beban, dia adalah adikku."
Memang benar, di atas timbangan, baik itu bekal yang dibawa peziarah itu maupun adik yang digendong adalah beban, tidak ada bedanya sama sekali, namun secara naluri, sedikit pun tidak salah dengan apa yang dikatakan oleh gadis kecil itu, yang ia gendong adalah sang adik, bukan sebuah beban, dan yang berat itu barulah merupakan sebuah beban.
Cinta kasih seorang gadis kecil terhadap adiknya adalah berasal dari lubuk hatinya yang paling dalam. Cinta kasih tiada beban, dan cinta kasih itu bukan beban, melainkan suatu perhatian yang menggembirakan dengan pengorbanan tanpa pamrih dan penuh cinta kasih. [Merry Huang / Menado]