Bertahun-tahun kemudian, dalam segala aspek dia mendapat kemajuan dengan pesat, tetapi di dalam pelajaran tidak ada kemajuan yang memuaskan.
Dia merasa sedih, lalu pergi menemui seorang professor dan meminta pertolongannya. Setelah mendengar ceritanya, professor ini berkata, "Ayo kita sama-sama mendaki gunung, setelah sampai di puncak gunung engkau akan tahu apa yang harus engkau lakukan."
Di gunung banyak batu kristal dan batu-batu kecil yang cantik dan menarik perhatian orang. Professor ini setiap melihat batu-batu kecil yang indah dan menarik akan memungut dan memasukkannya kedalam tas ranselnya pemuda ini.
Tidak berapa lama kemudian pemuda sudah tidak tahan lagi, memandang ke puncak gunung yang masih jauh. Akhirnya dia menghentikan langkah kakinya, memandang professor ini dan berkata, "Professor, kenapa saya harus memikul ransel ini ? Jika terus saya pikul, jangankan sampai ke puncak, bergerak saja saya sudah tidak mampu lagi, benarkan ? Jadi apa yang harus saya lakukan?"
Professor sambil tersenyum berkata, "Jika memang demikian, kenapa engkau tidak letakkan saja ? Memikul batu mana mungkin bisa mendaki sampai ke puncak ?" kata professor sambil mengelus jenggotnya.
Setelah mendengar perkataan professor, pemuda ini langsung tersadar, dengan gembira dia mengucapkan terima kasih kepada professor dan berjalan pergi. Sejak saat itu dia maju dengan pesat dan mendapatkan beasiswa serta akhirnya menjadi seorang dosen.
Pada kenyataannya, "memperoleh" bagi orang yang pernah kehilangan adalah suatu kompensasi seperti sebuah timbangan. Jika kita tidak pernah merasakan kehilangan maka kita tidak akan menghargai ketika kita memperolehnya.
Begitulah keajaiban Tuhan menciptakan segala mahluk hidup ini. Saat Dia membiarkan kita memperoleh sesuatu, pada saat bersamaan kita juga akan kehilangan sesuatu. [Margareth Lim / Tarakan / Kaltim / Tionghoanews]