Dewasa ini nikah percobaan, nikah kilat, cinta satu malam, mempunyai kekasih gelap, sudah menjadi tren masa kini. Ditambah lagi ada pengacara yang khusus membela jenis golongan ini. Mana ada orang yang mementingkan budi dan keadilan? Mana ada orang yang mengerti budi dan keadilan?
Terutama terhadap generasi muda zaman sekarang, pasangan belum menikah tinggal satu atap sudah menjadi hal yang sangat umum, tren tersebut sudah bisa diterima oleh masyarakat zaman sekarang. Bila sama-sama senang, boleh tinggal bersama, kalau marah bisa berpisah, sepertinya status suami istri yang sah itu sudah jarang sekali diperhatikan.
Namun, hal-hal yang menjadi tren belum tentu semuanya benar. Klasik, mengapa dikatakan klasik, karena walau sudah sangat lama masih seperti baru, bisa teruji oleh waktu. Sedangkan ada berapakah hal-hal atau benda-benda yang menjadi mode serta sedang menjadi populer di suatu saat tertentu bisa tersisa menjadi klasik? Nasib dari benda-benda atau hal-hal yang menjadi populer pada dasarnya adalah muncul dan hilang dalam waktu yang singkat. Kalau begitu apakah kemerosotan moral saat ini bisa bertahan lama?
Mengapa dikatakan, "Sehari menjadi suami-istri berbudi seratus hari?" Dimanakah budi itu? Persoalannya terletak pada bagaimana kita memahami makna pernikahan.
Pertama, pernikahan dua sejoli itu adalah prinsip saling menghidupi antara Yin dan Yang, yang dimanifestasikan pada tubuh manusia. Pasangan suami-istri mengemban tugas kelanjutan dan perkembangan setiap ras manusia, satu syarat pun tidak bisa dikurangi.
Khonghucu mengatakan "Shi Se, Xing Ye", tidak lain mengatakan syarat paling mendasar dari perkembangan dan kelanjutan umat manusia, tentunya juga adalah watak bawaan paling dasar yang diberikan Tuhan kepada umat manusia.
Sekarang ini bagi orang-orang yang berpendapat kebebasan seks dan orang-orang yang merealisasikan pendapat tersebut, sudah hampir memisahkan arti seks dan berkembang biak, Bagaimana mereka bisa memahami tanggung jawab suami-istri?
Kedua, bisa menjadi suami-istri harus mempunyai jodoh yang sangat besar sekali baru bisa terjalin menjadi pasangan suami istri. Dalam lautan manusia yang luas ini, dua insan bisa bertemu berdampingan, dan saling seia sekata, dan pada akhirnya bisa membentuk satu keluarga, hal tersebut harus menjalin berapa banyak jodoh pada saat yang tepat bisa terjadi? Perjodohan ini bukankah harus disayangi oleh umat manusia?
Ketiga, suami-istri terbentuk menjadi kesatuan yang paling stabil dan mendasar dalam kehidupan umat manusia, saling menghidupi dan saling membantu, saling berdampingan hidup hingga akhir hayat, di dalamnya terkandung unsur budi, moral dan keadilan serta tanggung jawab.
Keempat, antara suami istri harus saling terbuka terhadap segala rahasia pribadi. Bersamaan itu, juga berarti sejak menjadi pasangan, kedua belah pihak harus saling menjaga martabat kehidupan. Budi suami-istri sangat besar sekali, sehari, seratus hari hanyalah suatu perumpamaan saja.
Seorang perempuan menyerahkan seumur hidupnya kepada seorang pria, seorang pria menyerahkan janjinya kepada seorang perempuan, ini merupakan suami-istri yang mendapatkan restu dari Dewa. Tuhan di atas langit mengawasi manusia bagaimana manusia melaksanakan janjinya sendiri, merealisasikan janjinya sendiri.
Selain seks terdapat Qing (perasaan), selain Qing terdapat budi, selain budi terdapat Tao. "Sehari menjadi suami-istri berbudi seratus hari" adalah peringatan Tuhan kepada manusia, perjodohan menjadi suami-istri sangat sulit diperoleh, budi dan keadilannya sangat tebal dan mendalam, jadi harus benar-benar disayangi. [Susi Ng / Balikpapan]
***
Mari kita bersama-sama dukung Tionghoanews dengan cara kirim berita & artikel tentang kegiatan & kejadian Tionghoa di kota tempat tinggal anda ke alamat email: tionghoanews@yahoo.co.id