Pada suatu malam dia bermimpi bertemu dengan seorang dewa, dewa itu berkata kepadanya, "Besok ajalmu akan tiba, ada sekelompok perampok yang akan datang ke kuil, kepala perampok itu menunggang kuda putih dan bernama Chu Er, dia dan kamu pada kehidupan yang dulu ada perseteruan yang belum selesai, oleh sebab itu engkau tidak bisa terhindar darinya."
Bhiksu ini di dalam mimpinya memohon kepada dewa, "harap dewa dapat membantu saya, karena selama ini saya selalu berbuat baik." Dewa berkata, "Saya tidak dapat menolong kamu, hanya diri kamu sendiri yang dapat menolong kamu."
Keesokkan harinya benar saja datang sekelompok perampok, kepala perampok menunggang kuda putih. Kepala perampok menangkap bhiksu ini, menanyakan kepadanya dimana semua penduduk kampung menyembunyikan uang dan harta mereka, serta tempat persembunyian para wanita, bahkan memerintah bhiksu ini menunjukkan jalan kepada mereka.
Bhiksu ini di dalam hatinya berpikir, "Hari ini adalah hari kematian saya, jika saya menunjukkan jalan ketempat persembunyi para wanita, mereka pasti akan diperkosa dan harta mereka akan dirampok, bukankah dosa saya tambah besar!" Oleh sebab itu dengan suara keras dia berkata kepada perampok, "Saya tidak akan menunjukkan jalan kepada kalian. Bukankah engkau adalah Chu Er? Karena saya dan engkau mempunyai perseteruan yang belum selesai pada kehidupan yang lalu, sekarang bunuhlah saya."
Kepala perampok Chu Er sangat terkejut mendengar perkataan bhiksu dan berkata, "Dari mana engkau tahu nama saya? Engkau pasti adalah seorang bhiksu yang berilmu tinggi!"Bhiksu lalu menceritakan mimpinya kepada Chu Er.
Setelah mendengar perkataan bhiksu Chu Er melempar pisaunya sambil menarik nafas berkata, "Apalah gunanya balas membalas? Dewa tidak dapat menyelamatkan Anda, oleh sebab itu yang benar-benar menyelamatkan kamu adalah diri kamu sendiri, engkau tidak menunjukkan jalan kepada saya itu adalah sebabnya engkau sendiri menyelamatkan dirimu sendiri."
"Mulai saat ini saya dan engkau telah melepaskan segera dendam dan perseteruan dimasa lalu. Saya juga tidak mau di kehidupan mendatang kita masih terlibat utang-piutang nyawa." Setelah berkata demikian perampok turun dari kudanya berlutut dan menyembah kepada bhiksu setelah itu dia pergi dari kuil itu. [Lenna Wang / Samarinda]