Dia berkata, di desa yang bersebelahan dengan desa kami, ada seorang wanita muda yang berumur 29 tahun yang mempunyai seorang anak yang masih menyusui.
Karena tidak tega melihat anaknya kelaparan, dia melakukan sebuah hal yang selama hidupnya dianggap hal yang paling memalukan.
Dia pergi ke rumah tetangganya mencuri beras dan jika diukur hanya sebanyak segelas teh, dia menyimpannya di dalam bajunya. Ketika hendak beranjak dari rumah tetangganya, tidak terduga dia kepergok oleh tetangga pemilik beras itu. Tetangganya langsung berteriak dan memakinya sehingga memancing seluruh orang desa berdatangan.
Pada zaman itu mencuri dan melacur adalah hal yang paling memalukan, orang ramai mengelilingi perempuan yang tidak bisa menyembunyikan diri, mencaci maki, menghina dan mempermalukannya, membuat hati perempuan ini sangat hancur.
Tiba-tiba perempuan ini yang menutup mukanya dengan kedua tangannya menerobos kerumunan orang. Dia segera melompat ke dalam kolam yang tidak jauh dari tempat itu.
Semua kejadian ini terjadi hanya dalam sekejap saja, ketika orang-orang yang sibuk memakinya menyadari hal itu, lalu menolong dan mengangkatnya dari kolam. Namun, ibu muda ini sudah kehilangan nyawanya.
Anaknya yang baru belajar berjalan melihat ibunya terbaring di atas tanah, berjalan tergopoh-gopoh. Dia segera menerjang ke dada ibunya, mengangkat baju ibunya dan mengisap susu ibunya.
Setelah mendengar cerita ini saya menangis, karena terharu mendengar penderitaan ibu muda dan anaknya.
Tetapi ibu sangat tenang menceritakan cerita ini, lalu dia juga menceritakan sebuah cerita yang dipesan ayah selama hidupnya tidak boleh menceritakannya kepada orang lain.
Kehidupan di tahun 60-an sangat susah, ketika itu ayah bekerja di sebuah pabrik yang cukup besar, dan ayah termasuk pegawai yang berpangkat tinggi, sehingga gajinya lumayan besar.
Di mata penduduk desa ayah termasuk orang yang lumayan kaya, walaupun demikian karena banyak anak, ibu juga sangat hemat. Lalu kemudian ibu menyadari setiap hari beras di dalam tong beras setiap hari secara misterius berkurang walaupun sedikit.
Karena ibu sangat teliti dia menyadari hal itu, di suatu malam ibu membuat tanda di tong berasnya, agar keesokan harinya dia dapat mengetahui apakah ada orang yang mencuri berasnya, dan siapakah yang mencuri berasnya.
Teka teki ini tidak berapa lama kemudian dipecahkan oleh ayah. Pada hari itu ayah karena ada urusan pulang lebih cepat, ketika dia membuka pintu rumah dia melihat tetangga kami seorang ibu turun dari tangga rumah sambil tangannya menggenggam mangkuk yang berisi beras.
Ayah sangat kaget, namun ketika dia tenang kembali dia malah menyuruh ibu tersebut jangan takut. Ibu ini wajahnya merah padam merasa sangat malu. Ketika malam ayah menceritakan kejadian ini kepada ibu dan menyuruh ibu merahasiakan hal ini. Sebab, anak tetangga kami semua kelaparan sampai kurus kering, ayah menyuruh ibu keesokan harinya mengantar sedikit beras kepada tetangga.
Sejak kejadian itu ibu tetangga ini setiap bertemu dengan ayah mukanya merah padam, untuk beberapa lama pindah ke tempat adiknya menghindari ayah. Saya pikir hal ini terhadap wanita itu adalah hal yang paling memalukan dalam hidupnya, namun dia selama hidupnya akan merasa sangat berterima kasih kepada ayah.
Waktu berlalu dengan cepat, dalam kehidupan manusia yang nyata toleransi diantara manusia semakin lama semakin tipis, sifat kekeluargaan makin lama makin hilang. Kondisi ini membuat saya rindu dan teringat kepada sifat ayah yang penuh toleransi, bersifat ramah dan hangat kepada semua orang. [Anita Li / Jayapura]