Seekor keledai menyimak nyanyian para jangkrik. Hatinya jadi iri. "Mengapa suara mereka merdu sekali? Mengapa suaraku jelek parau? Adilkah Tuhan?"
Keledai menyapa jangkrik. "Suara kalian indah! Apa sih yang kalian makan?"
Jangkrik balik bertanya. "Apa kamu ingin punya suara seperti suaraku?"
"Betul" kata keledai. Aku ingin bersuara merdu seperti suara kamu!"
"Tapi itu tidak mungkin!" kata jangkrik. "Kita beda. Suara beda! Karena mulutmu dan mulutku berbeda. Jadi, terima sajalah apa adanya."
Keledai marah. Ia tak sudi dinasehati! "Katakan saja apa yang kau makan hingga suaramu jadi merdu!" Ia membentak.
Jangkrik berkata: "Kami hanya minum embun pagi dan makan sehelai rumput tiap hari!"
Keledai nekat. Setiap hari ia hanya minum embun pagi dan makan sehelai rumput seperti jangkrik. Tak makan yang lain. "Kalau jangkrik bisa, aku juga bisa!"
Apa akibat kesombongan keledai itu? Fatal..
Angin malam membelai pucuk-pucuk ilalang. "Krik-krik-krik, krink-krink-krink". Para jangkrik melantunkan puja-puji kepada para Dewa. Tapi Keledai tak lagi disana. Kelaparan telah merenggut nyawanya..
Pesan: Yang baik bagi seseorang, bisa mematikan bagi yang lain. [Elisabeth Wang / Banda Aceh]