Banyak kejadian dalam sejarah dan cerita yang menunjukkan betapa hati bengkok ini menjadi sumber masalah dan bahkan menjadi dendam berkepanjangan.
Mulai dari cerita Nabi Abram (Abraham) yang beristrikan Sarah, namun tidak memiliki anak dan kemudian memperistri budaknya, Hagai dan lahirlah Ismail. Namun karena Sarah yang iri hati, akhirnya Hagai dan anaknya diusir.
Juga peristiwa yang fenomenal, ketika praktisi Falun Gong melebihi jumlah anggota Partai Komunis China (PKC), Zhiang Jemin memerintahkan untuk menindas dan melarangnya. Padahal banyak level pimpinan partai dan rakyat China berlatih dan tahu manfaatnya adalah baik tapi tetap saja karena iri hati dan kekawatiran tak beralasan, perintah memberangus Falun Dafa tetap dilakukan.
Cerita bawang putih dan bawang merah, kisah Cinderella dengan saudara saudaranya, atau mungkin anda bisa menambahkan, cerita yang anda ingat dari kisah sejati pengalaman hidup anda sendiri. Kalau ditanya, apakah kamu punya nggak sikap hati bengkok ini saya harus jujur berkata, "Ya, saya punya".
Saya teringat dengan rekan-rekan yang nampak lebih berhasil (memiliki hal materi dan status lebih baik) dari saya. Saya suka berkata dalam diri saya "Saya sebetulnya lebih hebat dari dia. Saya ini serba bisa. Dia dapatkan itu karena ada koneksi bukan perjuangannya sendiri". Namun dengan pengertian saya sekarang, bahwa segala sesuatu ada waktunya, saya jadi lebih baik. Ada waktu untuk mendapat juga ada waktu melepas. Ada waktu menerima juga ada waktu untuk memberi. Pengertian ini membuat saya yakin dengan kebijaksanaan orang dahulu, bahwa mati, rejeki dan jodoh ada di tangan Tuhan, semua ada waktunya. Jika memang bukan milik saya pastilah tidak diberi, dan sebaliknya jika memang milik akan datang sendiri (bukan berarti tidak berusaha ya).
Bagi sebagian orang yang tidak mampu mengatasi penyakit hati bengkok ini biasanya dia akan menjadi sumber gosip dan pemecah. Bahkan tanpa sadar tindakan tindakannya seringkali negatif dan merusak suasana. Terkadang ia diam diam (dengan upaya jangan terlihat) melakukan tindakan yang amoral untuk menjatuhkannya (orang yang jadi subjek iri hatinya). Atau ia bersikap sangat egois dan memaksakan kehendak.
Mengikis Iri Hati
Tentu saja harus memiliki pengertian dan pemahaman yang cukup. Seperti yang saya lakukan adalah menemukan pemahaman di atas, mati – rejeki – jodoh ada di tangan Tuhan. Pengertian ini sangat membantu. Ketika penyakit hati ini muncul maka ingatlah pemahaman tersebut (mati – rejeki – jodoh di tangan Tuhan).
Namun hal ini tidak serta-merta bisa menghilangkan sikap iri hati, kita masih perlu memberikan ruang dan membiarkan diri kita meresapi pengalaman tersebut. Menyadari kita memiliki sifat iri hati dan dengan sadar memasukkan pemahan tersebut ke dalam diri kita. Intinya kita perlu waktu khusus untuk berjuang melihat pergumulan hati ini. Tanpa pergumulan hati yang sungguh sungguh penyakit hati ini akan terus menempel sepanjang hidup kita.
Bersikaplah tulus dan ikhlas
Baru baru ini saya bertemu rekan saya dan ia bertanya apa bedanya tulus dan ikhlas. Dalam diskusi tersebut dia menyimpulkan, tulus itu aktif dan ikhlas itu pasif. Pernyataannya benar adanya, tulus itu berarti proses memberi dan ikhlas itu pada proses menerima. Saya kira jika dalam karya karya kita lakukan dengan kesadaran tulus dan ikhlas maka kita akan menjadi orang yang damai dan dicintai. Kita tidak mudah jatuh iri hati. Tulus berarti kita melakukan semua tugas kita dengan total dan tanpa prasangka (pamrih/alih alih), Ikhlas berarti kita juga menerima hasilnya dengan lapang dada (besar- kecil, dipuji-dicela tidak jadi masalah).
Semoga dengan artikel kecil ini saya dan anda disemangati untuk mengikis hati bengkok yang ada pada diri dan belajar bersikap tulus dan ikhlas dalam jalani hidup ini. [Lily Tan / Cirebon]
--
Berita | Internasional | Budaya | Kehidupan | Kesehatan | Iptek | Kisah | Kontak
BACA DIBAWAH INI
Di bagian bawah artikel ini kedepan akan ditampikan iklan-iklan baris Maksimal 100 huruf dengan tarif Rp.5.000,- per artikel (Min.100 artikel) dan bagi yang berminat bisa kontak email ini.