KEHIDUPAN | TIONGHOANEWS


Selamat datang berkunjung dalam situs blog milik warga Tionghoa Indonesia. Disini kita bisa berbagi berita tentang kegiatan/kejadian tentang Tionghoa seluruh Indonesia dan berbagi artikel-artikel bermanfaat untuk sesama Tionghoa. Jangan lupa partisipasi anda mengajak teman-teman Tionghoa anda untuk ikutan bergabung dalam situs blog ini.

Rabu, 07 November 2012

MENGUMPULKAN KEBAJIKAN DEMI ANAK CUCU

Dalam kebudayaan Tiongkok kuno yang juga berprinsipkan sebab akibat yang berimbalan, bahwa apabila kita berbuat kebajikan maka pada masa yang akan datang adalah sebab yang telah ditanam untuk memperoleh imbalan kebajikan demi anak cucu.

Pada masa dinasti Ming, di Huguang ada seorang bupati. Bupati itu menabung uang sebanyak 200 tael emas, karena dia ingin menebus kembali sawah nenek moyangnya.

Dia berkata kepada anaknya, "Sekarang harga sawah sudah berlipat ganda dibandingkan dahulu ketika sawah nenek moyang kita digadaikan.

Oleh sebab itu saya menggunakan cara untuk membeli kembali harga tanah ketika dahulu dijual. Saya akan membeli kembali dengan harga yang dahulu, dengan demikian kita bisa mendapatkan harga yang paling murah dan menguntungkan."

Pada saat itu, anaknya baru berumur 12 tahun. Mendengar perkataan ayahnya, dia terdiam, tidak segera memberi jawaban kepada ayahnya. Setelah berhenti beberapa saat, anaknya perlahan-lahan berkata, "Ayahku,  sawah leluhur kita sudah terjual berapa tahun?" Ayahnya menjawab, "sudah terjual  30 tahun."

Anaknya bertanya lagi, "Ada berapa keluarga yang membeli tanah tersebut?"

Ayahnya menjawab, "Semuanya ada 20 keluarga miskin yang bergabung membelinya."

Anaknya berkata lagi, "Sekarang menurut hukum kerajaan Ming, sawah nenek moyang yang sudah digadaikan selama 5 tahun, tidak dapat ditebus kembali lagi. Kenapa ayah tidak mematuhi peraturan pemerintah?"

Ayahnya tidak bisa menjawab. Pada saat itu dirumah mereka ada seorang tamu, tamu tersebut mendengar perkataan ayah dan anak ini lalu menjawab, "Menebus kembali sawah nenek moyang adalah sebuah kebanggaan!"

Anak ini sambil mencela tamu tersebut berkata, "Kamu hanya tahu pemujaan buta kepada nenek moyang, tetapi tidak tahu hukum! Apakah ayah yang seorang pejabat, membeli sawah yang baru bukan kebanggaan? Kenapa harus menebus kembali sawah-sawah tersebut!"

Ayahnya berkata, "Jika saya bersikeras membeli kembali sawah-sawah tersebut, mereka tidak akan berani membantah!"

Anaknya menjawab, "Yang Saya khawatirkan adalah karena mereka takut kepada kekuasaan ayah, sehingga mereka terpaksa menjualnya kepada ayah. Perbuatan tersebut adalah perbuatan yang tidak baik, yang hanya akan menciptakan karma."

Sselah mendengar perkataan anaknya, sang Ayah berpikir sejenak, "Anak kecil seperti kamu sudah mengerti  perbuatan  baik  dan kebajikan itu adalah hal yang baik, kalau begitu saya akan menambah sedikit biaya administrasi untuk mereka!"

Anaknya lalu menjawab, "Biaya administrasi adalah masalah kecil, keluarga kita jika ingin membeli sawah baru adalah hal yang gampang, tetapi mereka rakyat miskin hendak membeli sawah adalah hal yang sulit;  misalnya mereka sekeluarga tergantung kepada 10 ha sawah tersebut untuk biaya hidup sekeluarga, sekarang  kita menebus kembali sawah tersebut.  Mereka hendak membeli sawah yang baru dengan harga sawah sekarang, mereka hanya dapat membeli 5 ha, bagaimana kita tega melihat mereka sekeluarga hanya dengan sawah yang setengah ini bukankah akan membuat mereka setengah tahun kelaparan?"

Lalu dia membujuk ayahnya, agar jangan menebus kembali sawah nenek moyangnya, tetapi mengumpulkan kebajikan demi anak cucu.

Ayahnya berpikir sampai lama, lalu menjawab, "Anakku! Perkataanmu sangat masuk akal. Tetapi sawah 18 hektar di samping kuburan nenek moyang kita, saya harus menebusnya kembali!"

Anaknya memohon kepada ayahnya, harus membeli kembali dengan nilai harga tanah yang sekarang, dengan demikian baru adil terhadap kaum miskin. Akhirnya ayahnya menerima saran anaknya.

Para keluarga miskin pemilik sawah setelah mengetahui perbuatan anak 12 tahun ini, pergi ke kuil berdoa untuk keselamatannya. Akhirnya pada saat usia anak itu 18 tahun, dia lulus ujian kerajaan dan diangkat oleh kerajaan menjadi menteri.

Pada hari dia akan diangkat menjadi menteri, sambil menunggang kuda dia pergi menyambut titah raja tersebut. Di sebuah jembatan, kudanya terpeleset. Dia dan kudanya terjun kedalam sungai, pada saat genting tiba-tiba seorang Dewa menariknya dan membawanya kembali keatas jembatan. Pada saat itu dia menyadari bahwa hal ini adalah berkat doa dari para penduduk pemilik sawah.

Akhirnya, anak tersebut hidup sampai 80 tahun, begitu juga dengan ayahnya yang selalu berbuat amal membantu orang lain, sehingga mereka sekeluarga hidup dengan sehat dan panjang umur. [Ernawati H / Medan] Sumber: Mingxin

PESAN DARI ADMIN

Mari kita dukung kiriman artikel dari teman-teman Tionghoa, dengan cara klik "SUKA" dan teruskan ke dalam halaman facebook, twitter & googleplus Anda, serta pastikan Anda juga bisa mengirim artikel berita kegiatan / kejadian tentang Tionghoa di kota tempat tinggal Anda atau artikel bermanfaat lainnya ke alamat email: tionghoanews@yahoo.co.id

ARTIKEL YANG BERKAITAN

Mari kita dukung kiriman artikel-artikel dari teman-teman Tionghoa, dengan cara klik "SUKA" dan teruskan artikel kesukaan Anda ke dalam facebook, twitter & googleplus Anda.

TERBARU HARI INI

ARTIKEL: INTERNASIONAL

ARTIKEL: BUDAYA

ARTIKEL: KESEHATAN

ARTIKEL: IPTEK

ARTIKEL: KISAH

ARTIKEL: BERITA