Saya benar-benar lupa nama nenek yang ketika saya berumur 12 tahun mengantar koran kepadanya.
Nenek itu mengajarkan sebuah pelajaran yang sangat berharga. Dia mengajarkan kepada saya cara memaafkan dan toleransi kepada orang lain. Mengingat hal tersebut seperti baru kemarin terjadi.
Pada suatu akhir minggu, saya bersama dengan teman saya berada di tempat yang tersembunyi, dibelakang beranda rumah nenek tua ini kami melempar batu ke beranda belakang rumahnya. Kami pada saat itu ingin membuat percobaan bagaimana jika batu yang kami lempar melewati atap rumah, lalu seperti sebuah meteor jatuh diberanda belakang rumah.
Saya menemukan sebuah batu yang licin, melemparnya melewati atap rumah. Tetapi karena batu terlalu licin, dia terlepas dari tangan saya, terbang ke jendela kaca rumah nenek tua. Suara nyaring kaca yang terlempar oleh batu terdengar sangat besar, kami bergegas lari, kecepatannya seperti lebih cepat dari batu yang terlempar ke jendela kaca tersebut.
Pada malam tersebut saya sangat ketakutan, takut ditangkap oleh nenek tua tersebut. Setelah beberapa hari berlalu ketika saya memastikan bahwa perbuatan saya tidak ada yang tahu, tetapi dalam hati saya merasa bersalah.
Setiap hari ketika saya sedang mengantar Koran, dia tetap tersenyum dengan lembut dan menyapa saya, tetapi saya sendiri tidak dapat seperti dahulu lagi menghadapi dia, saya tidak berani memandang langsung ke matanya merasa kikuk dihadapannya.
Saya memutuskan akan menabung uang upah mengantar koran saya. Setelah 3 minggu, saya mempunyai uang 7 dollar, saya memperhitungkan uang tersebut cukup membayar kerugian kaca jendela yang pecah tersebut.
Lalu saya memasukkan uang tersebut kedalam amplop dan menulis sebuah memo menyatakan saya sangat menyesal memecahkan kaca jendalanya, saya harap uang ini cukup untuk mengganti kaca jendela yang pecah tersebut.
Saya menunggu sampai hari gelap, lalu pergi kerumah nenek tersebut menyelipkan amplop tersebut dipintu rumahnya. Saya merasa seperti jiwa saya telah tertolong, sepertinya saya sudah bebas lagi, saya tidak usah menghindari pandangan mata nenek tua lagi.
Keesokkan harinya, ketika saya mengantar Koran kepadanya saya membalas senyuman lembutnya dengan senyuman bebas. Dia berterima kasih kepada saya telah mengantar Koran kepadanya, sambil berkata, "Saya akan memberikan barang ini kepadamu."
Setelah membuka bingkisan yang diberikan nenek itu, rupanya sebungkus biskuit. Setelah mengucapkan terima kasih saya berlalu dari sana. Sambil mengantar Koran sepanjang jalan saya memakan biskuit tersebut.
Setelah memakan beberapa potong, saya menyadari didalam bungkusan biscuit ada sebuah amplop, saya mengeluarkan amplop tersebut dan membukanya, saya langsung terbengong. Didalamnya ada uang 7 dollar serta sebuah memo, di memo tersebut tertulis "Saya bangga kepadamu." [Yanti Ng / Jakarta]