Memperlakukan orang lain dengan baik dan tulus
Dalam masyarakat sekarang ini, makna kematangan pribadi seringkali di salah-artikan dengan hal-hal seperti : memperlakukan orang semakin lama semakin kasar, menghadapi orang semakin lama semakin curiga, dada semakin lama semakin sempit, tindakan semakin lama semakin ego, dalam menghadapi orang bersikap semakin lama semakin banyak dengan kepura-puraan, tabiat semakin lama semakin bengis, kegairahan semakin lama semakin dingin, semua yang di atas itu disalah-tafsirkan dan dianggap sebagai kematangan pribadi seseorang.
Saya kira kematangan pribadi semacam ini adalah kematangan yang sangat tidak baik. Kematangan seharusnya adalah hijau rumput yang menjadi lebih hijau, hijau daun yang jadi lebih hijau, apel merah lebih merah lagi, langit biru lebih biru dan awan putih lebih putih.
Kita bisa mencari berbagai alasan untuk bersimpati kepada orang yang di wajahnya tidak terlihat senyuman lagi. Akan tetapi saya tidak menganggap dia sebagai orang yang memiliki kecerdasan tinggi.
Saya memiliki seorang teman yang menjabat sebagai kepala bagian di sebuah perusahaan, setiap hari mengeluarkan kewibawaannya untuk marah-marah, dia mengatakan dengan demikian bisa mengekang dan membuat bawahan menjadi takut, akibatnya di dalam kedua matanya penuh dengan sinar kejahatan, telah merusak roman mukanya yang cantik, juga telah kehilangan ketulusan dan kemurnian dalam hatinya.
Sebenarnya menjadi seorang kepala bagian yang baik, harus ramah terhadap semua bawahan, terutama yang dipimpinnya langsung. Karena mengatasi kesulitan yang dihadapi oleh bawahan, menyemangati bawahan untuk mengembangkan semangat menciptakan, meningkatkan kreativitas merupakan tanggung jawab yang harus diemban oleh seorang kepala bagian.
Mungkin sinar kejahatan bisa membantu dia menaklukkan bawahannya, akan tetapi bagaikan seekor singa mengamuk yang memimpin sekelompok domba, mampukah ia menciptakan sebuah karya yang baik, sebuah karya yang besar, mungkinkah ia menggapai kesuksesan?
Kesulitan yang kita hadapi dalam hidup kadang kala juga bisa merusak ketulusan dan kemurnian diri kita sendiri. Di dalam hati, saya menaruh sejumlah respek dan simpati kepada bapak-bapak dan ibu-ibu yang setiap hari harus pergi ke pasar membeli sayuran. Tetapi saya sering kali berdoa, "Kegiatan tawar menawar harga di pasar, jangan sampai merusak roman muka mereka, jangan sampai kegiatan ini menjadikan roman wajah menjadi apatis dingin bagaikan embun beku."
Tidak seharusnya kita menyalahkan seorang teman dengan mengatakan, "Anda terlalu polos, Anda sangat kurang pengalaman dalam masyarakat, Anda sangat kurang menyadari betapa mengerikan realita di dalam masyarakat". Sebaliknya kita harus acungkan jempol atas ketulusan dan kemurnian yang telah ia tunjukkan.
Saya rasa hanya ada semacam kepolosan yang boleh dikecam. Yaitu naif hingga menganggap dirinya boleh tidak menghormati orang lain, naif hingga menganggap dirinya selamanya lebih pandai dari pada orang lain, naif sehingga hanya ingin menikmati kekuasaan dan tidak mau bertanggung jawab, naif sehingga menganggap pencapaian hasil dari kelompok dianggap sebagai prestasi pribadinya. kepolosan-kepolosan yang miring inilah yang seharusnya mendapatkan kecaman.
Suatu hari saya pergi mengunjungi seorang teman baik yang sudah delapan tahun tidak pernah berjumpa. Ketika kami bersalaman, dia bahkan tidak menanyakan saya sekarang bekerja dimana, gajinya cukup atau tidak, mendapatkan berapa duit sebulan, bertempat tinggal di mess atau rumah milik sendiri, anak-anak sekolah di sekolah negeri atau swasta.
Yang dia tanyakan adalah, "Masih sukakah kamu pergi menonton? Masih tetap tidak sukakah kamu mengenakan jas pergi ke kantor? Sarapan pagi masih dimakan di atas meja kantor? Masih tidak senang memangkas rambut?" Dia bahkan tidak menuangkan teh untuk saya.
Pertanyaan yang saya tanyakan kepadanya, "Apakah dirimu masih senang berkeliling ke toko buku bekas? Apakah dirimu masih mengenakan celana wol pergi ke kantor di saat musim panas tiba? Apakah dirimu masih mengikuti les bahasa Spanyol? Apakah dirimu masih sering menulis cerita hingga larut malam, perut merasa lapar lalu mencuri makan kue tart ulang tahun anak? Apakah dirimu masih suka menari dengan musik ciptaan sendiri?"
Perasaan kami berdua sangatlah riang gembira, karena kami masih bisa mempertahankan ketulusan dan kemurnian diri tanpa peduli pada kesulitan dan kesengsaraan ataupun pada kesuksesan dan kelancaran hidup, ini merupakan suatu hal yang menggembirakan.
Putih bersih dan murni merupakan watak hakiki dari orang yang mulia, jika dalam hidup kita tidak memiliki pikiran yang jahat dan kotor, ini merupakan suatu kehormatan yang besar. [Christine Lim / Ambon]
* Sumber: Google Search Engine