Sophie teman baik saya, membicarakan pacarnya orang Jerman. Sepenggal percintaan di tanah orang ini berlanjut hingga satu tahun lebih, baik teman dan keluarganya tidak menyetujuinya. Titik krusialnya, mereka merasa bahwa pacarnya itu tidak bisa diandalkan.
Pria tersebut sebenarnya cukup baik, dia lulusan teknik listrik, gelar S3 juga hampir selesai, tetapi dia bersikukuh akan berkarir di Jerman. Maka itu, jika pasangan ini ingin berkeluarga, tentu Sophie lah yang harus mengalah. Sophie juga sudah berusaha keras mencari pekerjaan di Jerman, namun masih tidak mendapatkan jawaban meski telah mengirimkan banyak sekali surat lamaran kerja. Tidak mengerti bahasa Jerman adalah kendala yang paling besar.
Beberapa bulan lagi, Sophie juga akan lulus S3. Jika sampai saat itu masih belum mendapatkan pekerjaan, mungkin hanya bisa menikah dulu, paling tidak menjadi ibu rumah tangga untuk sementara waktu. Teringat dulu Sophie sering mengeluh, bahwa kaum perempuan berjuang susah payah akhirnya juga tidak terpakai, sehingga lebih baik menjadi seorang ibu rumah tangga lebih santai. Sekarang, ketika dia benar-benar harus menghadapi pilihan tersebut, malah menjadi ragu-ragu.
Hari ini membicarakan permasalahan yang merisaukan hati, Sophie bertanya kepada saya, apakah patut demi cinta melepaskan karir yang sebenarnya bermasa depan cerah. Saya terdiam lama, merasa ragu untuk berbicara, pertanyaan seperti ini tidak bisa dijelaskan dengan hanya satu atau dua patah kata.
Pilihan dalam kehidupan itu memang demikian, ada mendapatkan juga ada kehilangan, tidak mungkin semua hal baik itu diborong oleh satu orang saja. Apalagi masalah besar pernikahan, menyangkut arah kehidupan kita di kemudian hari, juga hanya diri kita sendiri yang bisa mengambil keputusan.
Cinta di tangan kiri, karir di tangan kanan, kadang kala tidak bisa diperhitungkan. Ketika harus memilih salah satu, orang bersangkutan merasa tidak rela untuk dilepaskan. Maka dari itu, orang yang biasanya sering membicarakan topik ini, walaupun pembicaraannya tampak begitu santai dan mudah dilakukan, namun semuanya itu tidak sesuai kenyataan, orang yang bisa dengan tegas memilih jalan hidupnya sendiri barulah benar-benar bisa melepaskan diri.
Dalam siklus hidupnya, setiap manusia selalu dihadapkan pada pilihan yang menyulitkan seperti ini dalam jumlah yang tidak terhitung banyaknya. Tidak peduli seberapa pandai orang, juga bisa salah pilih, sejak awal sudah salah pilih. Tetapi asalkan setiap langkah kita bisa berjalan dengan mantap, bisa dipertanggung jawabkan pada langit, bumi dan hati nurani, walaupun suatu hari nanti menemukan bahwa kehilangan lebih banyak daripada yang didapatkan, juga tidak akan menyesal.
Bagaimanapun juga, di dalam naik turunnya mendapatkan dan kehilangan, suasana hati juga mengalami tempaan, akan menjadi lebih ulet tangguh dan berpandangan terbuka, ini juga merupakan suatu peningkatan yang tidak bisa dibeli dengan uang. [William Huang / Kupang] Sumber: Epochtimes
Pria tersebut sebenarnya cukup baik, dia lulusan teknik listrik, gelar S3 juga hampir selesai, tetapi dia bersikukuh akan berkarir di Jerman. Maka itu, jika pasangan ini ingin berkeluarga, tentu Sophie lah yang harus mengalah. Sophie juga sudah berusaha keras mencari pekerjaan di Jerman, namun masih tidak mendapatkan jawaban meski telah mengirimkan banyak sekali surat lamaran kerja. Tidak mengerti bahasa Jerman adalah kendala yang paling besar.
Beberapa bulan lagi, Sophie juga akan lulus S3. Jika sampai saat itu masih belum mendapatkan pekerjaan, mungkin hanya bisa menikah dulu, paling tidak menjadi ibu rumah tangga untuk sementara waktu. Teringat dulu Sophie sering mengeluh, bahwa kaum perempuan berjuang susah payah akhirnya juga tidak terpakai, sehingga lebih baik menjadi seorang ibu rumah tangga lebih santai. Sekarang, ketika dia benar-benar harus menghadapi pilihan tersebut, malah menjadi ragu-ragu.
Hari ini membicarakan permasalahan yang merisaukan hati, Sophie bertanya kepada saya, apakah patut demi cinta melepaskan karir yang sebenarnya bermasa depan cerah. Saya terdiam lama, merasa ragu untuk berbicara, pertanyaan seperti ini tidak bisa dijelaskan dengan hanya satu atau dua patah kata.
Pilihan dalam kehidupan itu memang demikian, ada mendapatkan juga ada kehilangan, tidak mungkin semua hal baik itu diborong oleh satu orang saja. Apalagi masalah besar pernikahan, menyangkut arah kehidupan kita di kemudian hari, juga hanya diri kita sendiri yang bisa mengambil keputusan.
Cinta di tangan kiri, karir di tangan kanan, kadang kala tidak bisa diperhitungkan. Ketika harus memilih salah satu, orang bersangkutan merasa tidak rela untuk dilepaskan. Maka dari itu, orang yang biasanya sering membicarakan topik ini, walaupun pembicaraannya tampak begitu santai dan mudah dilakukan, namun semuanya itu tidak sesuai kenyataan, orang yang bisa dengan tegas memilih jalan hidupnya sendiri barulah benar-benar bisa melepaskan diri.
Dalam siklus hidupnya, setiap manusia selalu dihadapkan pada pilihan yang menyulitkan seperti ini dalam jumlah yang tidak terhitung banyaknya. Tidak peduli seberapa pandai orang, juga bisa salah pilih, sejak awal sudah salah pilih. Tetapi asalkan setiap langkah kita bisa berjalan dengan mantap, bisa dipertanggung jawabkan pada langit, bumi dan hati nurani, walaupun suatu hari nanti menemukan bahwa kehilangan lebih banyak daripada yang didapatkan, juga tidak akan menyesal.
Bagaimanapun juga, di dalam naik turunnya mendapatkan dan kehilangan, suasana hati juga mengalami tempaan, akan menjadi lebih ulet tangguh dan berpandangan terbuka, ini juga merupakan suatu peningkatan yang tidak bisa dibeli dengan uang. [William Huang / Kupang] Sumber: Epochtimes
Berita | Internasional | Budaya | Kehidupan | Kesehatan | Iptek | Kisah
PESAN KHUSUS
Ingat ! Anda juga bisa mengirim berita kegiatan/kejadian yang berhubungan dengan Tionghoa tempat tinggal anda atau artikel-artikel bermanfaat ke alamat email: tionghoanews@yahoo.co.id
PESAN KHUSUS
Ingat ! Anda juga bisa mengirim berita kegiatan/kejadian yang berhubungan dengan Tionghoa tempat tinggal anda atau artikel-artikel bermanfaat ke alamat email: tionghoanews@yahoo.co.id