Kisah ini memiliki judul yang agak ironis namun bermakna, "Berapa Banyak Tanah yang Diperlukan Seseorang?" dan juga mengangkat pertanyaan mengenai berapa banyak tanah dapat membuat seseorang bahagia.
Demikian pula, berapa banyak uang yang dapat memuaskan seseorang? Pertanyaan seperti ini sudah ada selama beberapa dekade. Belum ada satu jawaban pun yang memuaskan semua orang. Dewasa ini Tiongkok memiliki kekayaan begitu banyak, tetapi masyarakat secara keseluruhan, pada tingkat yang berbeda, kurang memiliki rasa kebahagiaan.
Sejak reformasi ekonomi Tiongkok tiga dekade lalu, keseluruhan masyarakat Tiongkok, dari atas ke bawah, bagai pengejaran agama, fanatik mengejar kekayaan. Demi uang seseorang dapat melepaskan aturan, kebajikan, dan "menghalalkan segala cara." Lebih menakutkan adalah bahwa orang begitu terbiasa dengan perilaku semacam ini dan menganggapnya sebagai norma.
Pada awal 1990 saya pergi ke Wenzhou untuk proyek penelitian pedesaan di sebuah desa tempat obat palsu diproduksi. Saya bertanya kepada kepala desa, "Anda tahu obat palsu ini akan membunuh orang? Apakah Anda memiliki sudut pandang moral?" Kepala desa menunjuk deretan rumah rapi dan tinggi sambil berkata kepadaku dengan nada tinggi, "Moral terbesar saya adalah dengan membiarkan rakyat saya menjadi kaya."
Hari ini kita mungkin merasa apa yang kepala desa katakan masuk akal, tetapi memang ini adalah logika yang dipakai orang-orang untuk mengejar kekayaan di masyarakat Tiongkok tiga puluh tahun lalu. Sehingga lama-kelamaan logika ini terbentuk dalam pikiran orang-orang dan dianggap hal yang normal.
Konsep kekayaan segera menjamur di bidang investasi. Tidak ada yang keberatan untuk memperoleh kekayaan melalui berbagai cara yang tidak tepat dan kemudian kembali memasuki pasar dengan sikap "meraih untung lebih banyak," seperti terlalu mengeksploitasi pasar perumahan, pasar kacang hijau dan pasar bawang putih. Kekayaan menjadi sesuatu yang mengganggu orang.
Dalam masyarakat Tiongkok saat ini, masyarakat miskin mengeluh, dan orang kaya merasa tidak aman. Kisah legenda dari zaman dahulu mengatakan kepada kita, "Kekayaan tidak dapat memberi apa yang kita impikan - yaitu kebahagiaan, rasa memiliki, dan martabat."
Kita tidak dapat menghindari rasa pesimis dan tidak ada negara di dunia seperti Tiongkok hari ini di mana orang-orang memiliki keinginan kuat demi kekayaan. Tidak ada negara di dunia seperti Tiongkok di mana oposisi antara kekayaan dan kebahagiaan itu eksis.
Kemiskinan mungkin bisa membawa ketidakbahagiaan. Tetapi kekayaan juga tidak dapat selalu membawa kebahagiaan. Tepatnya berapa banyak yang dibutuhkan untuk membuat rakyat bahagia? Kita perlu berpikir lagi bagaimana menjawab pertanyaan tentang "bagaimana menjadi bahagia." [Linda Lim / Denpasar]
***
HEMAT IMPORT KARGO !!!
Kami melayani import borongan FCL & LCL dari Guangzhou, China ketujuan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang & Bekasi. Kontak "transwaycargo.com" Telp: 021-2626 4750 Fax: 021-2626 4860 Hp: 0812-9855 8800, 0856-755 0123, 0819-0880 2000 Email: pttci@yahoo.co.id
.