Sebagian ahli agama mengumpamakan manusia sebagai sebuah tangga. Tangga bisa digunakan untuk melakukan dua hal: Anda bisa menggunakannya untuk naik ke atas, juga bisa menggunakannya untuk berjalan ke bawah. Persis sama dengan nasib, Anda bisa membuat diri Anda ke atas, juga bisa menggunakannya untuk membuat diri Anda ke bawah. Semua ini tergantung diri Anda sediri. Seperti halnya dengan kelemahan dan kegagalan dia bisa menjadi alat pemacu yang paling besar bagi diri kita, juga bisa menjadi sebab dari keciutan nyali kita.
Ketika perasaan sedang sulit, mungkin bisa membuat manusia belajar bagaimana menyayangi diri sendiri dan orang lain, begitu juga, ada pula orang yang merasa takut untuk menyayangi. Kekayaan harta yang ber-limpah, bisa membuat manu-sia belajar bagaimana bisa berbagi dan menguntungkan orang lain, tapi juga bisa membuat watak hakiki dari seseorang menjadi tersesat.Suatu kemalangan yang terjadi,bisa membuat orang be-kerja keras demi kemakmur-an, namun juga bisa membuat orang terperosok dalam keputus-asaan. Banyak orang sebenar-nya bisa menggunakan "tangga" untuk memperbaiki nasibnya, tapi mereka tidak melakukan, hal inilah merupakan ketidaktahuan mereka.Sebenarnya kita bisa naik setingkat lebih ke atas, tapi tidak bergerak naik, malahan terperosok karena mengeluh dan mengasihani diri.
Beberapa hari yang lalu,saya membaca sebuah cerita:
Ada seseorang dimasa mudanya, telah dituduh oleh orang lain, sehingga masuk penjara selama 9 tahun. Kemudian kasus salah tuduh ini terpecahkan, dan akhirnya orang tersebut bisa keluar dari penjara. Setelah keluar dari penjara dia mulai tak henti-hen-tinya mengecam dan mengutuk, "Alangkah malangnya saya ini, dimasa muda yang sedang berprestasi menga-lami perlakuan yang tidak adil. Tempat itu layaknya sama seperti neraka, sempit hingga sulit untuk memba-likkan badan, sama sekali bukan tempat tinggal manusia.
"Satu-satunya jendela ke-cil yang berada di sana hampir tak tersinari oleh mata-hari. Di musim dingin angin-nya menusuk tulang, di musim panas ada banyak nyamuk yang menggigit." "Saya sungguh tidak me-ngerti, mengapa Tuhan tidak menghukum orang yang telah memfitnah saya itu, wa-laupun orang itu dicincang ribuan kali, juga tidak akan melepaskan dendam sakit hati saya!"
Ketika orang ini sudah berumur lebih dari 70 tahun,dia dirundung kemiskinan dan penyakit, yang akhirnya membuat dia tidur di ranjang tidak bisa bangun. Saat akan meninggal, pastur datang di-samping ranjangnya, "Anak yang malang, sebelum Anda tiba di surga, mengakulah dosa-dosa yang telah Anda perbuat di dunia fana ini!" Perkataan pastur itu belum selesai, dia yang berada di atas ranjang sudah berteriak histeris, "Saya tidak perlu pengakuan dosa, yang saya butuhkan adalah kutuk-an, mengutuk mereka yang menyebabkan saya dirun-dung oleh kemalangan." Mengutuk kemalangan tidak bisa membawakan kebahagiaan. Mereka sudah terbiasa dengan mengutuk dan mengeluh ketika mereka menghadapi kesengsaraan dan kemalangan. Sangat sedikit orang yang bisa berpikir dengan tenang,keseng-saraan itu datang karena apa?
Fungsi tangga bukan agar orang bisa berdiri di atasnya, tapi digunakan untuk dapat memanjat ke atas. Nasib yang sengsara dan menye-dihkan juga bukan agar seseorang bisa menerima kesengsaraan begitu saja, tapi agar orang bisa melewati kesengsaraan itu dan bangkit. Tangga adalah hambatan bagi jalan yang lurus, adalah batu penghalang, tapi jika tangga digunakan untuk meningkat ke atas, dia akan menjadi batu penyanggah. Saya sangat senang de-ngan doa dari Jerussalem. Doa ini menyarankan bahwa ketika kami memanjat tang-ga, bayangkanlah bahwa kita meningkat setapak demi setapak menjadi orang yang lebih baik.
Tangga membuat saya bisa memanjat keatap rumah yang paling tinggi, Saya dapat melihat pemandangan yang sangat indah. Asalkan memiliki tangga,saya akan bisa memanjat ke-rumah surga. Setiap hari dua hingga tiga tapak, berjalan menuju ke rumah surga. Setiap kali ketika saya menginjak tangga, maka akan berubah menjadi lebih baik, lebih sabar. Kepada anugerah yang telah Anda berikan hati saya sangat berterima kasih --The Bridge of Stars, ditulis oleh Marks Blairbulug.
Nasib sama halnya dengan sebuah tangga. Dengan tangga Anda bisa mencapai tingkat lebih tinggi. Tetapi jika Anda terikat pada tangga, atau mengalihkan tangga itu, maka bagaimana Anda bisa meningkat ke tingkatan yang lebih tinggi? Manfaat yang paling besar dari nasib, adalah membiarkan orang mempergunakannya untuk melampaui na-sib itu sendiri. Di pinggir jalan ada seba-tang pohon buah, pohon ter-sebut tidak mungkin jatuh dari atas langit, pastilah di-atas tanah itu pernah ada biji buah yang pernah jatuh di sana. Pohon buah ini manis, juga pasti ada sebabnya, mungkin karena jenisnya memang manis, mungkin juga karena pernah disetek dan diperbaiki jenisnya.
"Jenis yang manis" ada-lah takdirnya, "Disetek dan diperbaiki jenisnya" adalah nasibnya. Buah mangga sudah ditakdirkan sebagai buah yang masam, tapi melalui setek dan perbaikan jenis bisa berubah menjadi manis.Disetek dan diperbaiki jenis,kelihatannya seperti meng-alami kejadian yang buruk,akan tetapi akan menjadikan dia sebagai buah yang manis. [Liana Ng / Jakarta]
Ketika perasaan sedang sulit, mungkin bisa membuat manusia belajar bagaimana menyayangi diri sendiri dan orang lain, begitu juga, ada pula orang yang merasa takut untuk menyayangi. Kekayaan harta yang ber-limpah, bisa membuat manu-sia belajar bagaimana bisa berbagi dan menguntungkan orang lain, tapi juga bisa membuat watak hakiki dari seseorang menjadi tersesat.Suatu kemalangan yang terjadi,bisa membuat orang be-kerja keras demi kemakmur-an, namun juga bisa membuat orang terperosok dalam keputus-asaan. Banyak orang sebenar-nya bisa menggunakan "tangga" untuk memperbaiki nasibnya, tapi mereka tidak melakukan, hal inilah merupakan ketidaktahuan mereka.Sebenarnya kita bisa naik setingkat lebih ke atas, tapi tidak bergerak naik, malahan terperosok karena mengeluh dan mengasihani diri.
Beberapa hari yang lalu,saya membaca sebuah cerita:
Ada seseorang dimasa mudanya, telah dituduh oleh orang lain, sehingga masuk penjara selama 9 tahun. Kemudian kasus salah tuduh ini terpecahkan, dan akhirnya orang tersebut bisa keluar dari penjara. Setelah keluar dari penjara dia mulai tak henti-hen-tinya mengecam dan mengutuk, "Alangkah malangnya saya ini, dimasa muda yang sedang berprestasi menga-lami perlakuan yang tidak adil. Tempat itu layaknya sama seperti neraka, sempit hingga sulit untuk memba-likkan badan, sama sekali bukan tempat tinggal manusia.
"Satu-satunya jendela ke-cil yang berada di sana hampir tak tersinari oleh mata-hari. Di musim dingin angin-nya menusuk tulang, di musim panas ada banyak nyamuk yang menggigit." "Saya sungguh tidak me-ngerti, mengapa Tuhan tidak menghukum orang yang telah memfitnah saya itu, wa-laupun orang itu dicincang ribuan kali, juga tidak akan melepaskan dendam sakit hati saya!"
Ketika orang ini sudah berumur lebih dari 70 tahun,dia dirundung kemiskinan dan penyakit, yang akhirnya membuat dia tidur di ranjang tidak bisa bangun. Saat akan meninggal, pastur datang di-samping ranjangnya, "Anak yang malang, sebelum Anda tiba di surga, mengakulah dosa-dosa yang telah Anda perbuat di dunia fana ini!" Perkataan pastur itu belum selesai, dia yang berada di atas ranjang sudah berteriak histeris, "Saya tidak perlu pengakuan dosa, yang saya butuhkan adalah kutuk-an, mengutuk mereka yang menyebabkan saya dirun-dung oleh kemalangan." Mengutuk kemalangan tidak bisa membawakan kebahagiaan. Mereka sudah terbiasa dengan mengutuk dan mengeluh ketika mereka menghadapi kesengsaraan dan kemalangan. Sangat sedikit orang yang bisa berpikir dengan tenang,keseng-saraan itu datang karena apa?
Fungsi tangga bukan agar orang bisa berdiri di atasnya, tapi digunakan untuk dapat memanjat ke atas. Nasib yang sengsara dan menye-dihkan juga bukan agar seseorang bisa menerima kesengsaraan begitu saja, tapi agar orang bisa melewati kesengsaraan itu dan bangkit. Tangga adalah hambatan bagi jalan yang lurus, adalah batu penghalang, tapi jika tangga digunakan untuk meningkat ke atas, dia akan menjadi batu penyanggah. Saya sangat senang de-ngan doa dari Jerussalem. Doa ini menyarankan bahwa ketika kami memanjat tang-ga, bayangkanlah bahwa kita meningkat setapak demi setapak menjadi orang yang lebih baik.
Tangga membuat saya bisa memanjat keatap rumah yang paling tinggi, Saya dapat melihat pemandangan yang sangat indah. Asalkan memiliki tangga,saya akan bisa memanjat ke-rumah surga. Setiap hari dua hingga tiga tapak, berjalan menuju ke rumah surga. Setiap kali ketika saya menginjak tangga, maka akan berubah menjadi lebih baik, lebih sabar. Kepada anugerah yang telah Anda berikan hati saya sangat berterima kasih --The Bridge of Stars, ditulis oleh Marks Blairbulug.
Nasib sama halnya dengan sebuah tangga. Dengan tangga Anda bisa mencapai tingkat lebih tinggi. Tetapi jika Anda terikat pada tangga, atau mengalihkan tangga itu, maka bagaimana Anda bisa meningkat ke tingkatan yang lebih tinggi? Manfaat yang paling besar dari nasib, adalah membiarkan orang mempergunakannya untuk melampaui na-sib itu sendiri. Di pinggir jalan ada seba-tang pohon buah, pohon ter-sebut tidak mungkin jatuh dari atas langit, pastilah di-atas tanah itu pernah ada biji buah yang pernah jatuh di sana. Pohon buah ini manis, juga pasti ada sebabnya, mungkin karena jenisnya memang manis, mungkin juga karena pernah disetek dan diperbaiki jenisnya.
"Jenis yang manis" ada-lah takdirnya, "Disetek dan diperbaiki jenisnya" adalah nasibnya. Buah mangga sudah ditakdirkan sebagai buah yang masam, tapi melalui setek dan perbaikan jenis bisa berubah menjadi manis.Disetek dan diperbaiki jenis,kelihatannya seperti meng-alami kejadian yang buruk,akan tetapi akan menjadikan dia sebagai buah yang manis. [Liana Ng / Jakarta]